Pasca mengikuti webinar bersama Ibu Dr. Evi yang materinya ilmiah, runut, detail juga implementatif, peserta diajak untuk praktik reflektif dengan mengikuti 6 Days Challenge. Sebagai tim penggerak Puan Adaptif, saya pun tergerak untuk turut mengikuti challenge.
Hari pertama challenge ini, mengangkat topik Self Awareness. Dr. Primadita Kirana yang akrab disapa mba Dita, hadir menjadi fasilitator dimana beliau memantik diskusi sekaligus memberikan pengayaan terkait topik tersebut. Berikut materi yang beliau bagikan :
Seperti pemaparan bu Evi saat webinar lalu, bahwasanya setiap manusia sudah memiliki potensi adaptif sejak lahir. Saat lahir dari rahim ibu, bayi dibekali Allah kemampuan adaptasi, sebagai bekal dalam menyesuaikan diri dengan dunia luar. Potensi ini perlu dan bisa diasah seiring dengan proses menjalani kehidupan, menghadapi tantangan yang ada di depan mata.
Penjelasan bu Evi mengingatkan saya mengenai ragam temperamen anak saat berinteraksi dengan orang lain. Ada yang easy child, dimana ia sangat membuka diri, mudah berkenalan dengan orang asing, ada yang difficult child, dimana ia kesulitan untuk terbuka dengan keberadaan orang dan rutinitas baru, ada juga slow to warm up child, dimana saat awal berkenalan ia memilih banyak diam, namun perlahan saat ia sudah merasa nyaman, maka ia mulai membuka diri. Bukan melabeli, namun melihat kecenderungannya agar membantu memberikan stimulasi yang sesuai. Untuk menghadapi bayi atau balita dengan temperamen yang berbeda, stimulasi yang diberikan idealnya juga perlu berbeda. Kemudian seiring usia, berjalannya waktu, temperamen anak bisa berubah. Apalagi dengan paparan eksternal seperti kondisi lingkungan, pengaruh teman sebaya di sekitarnya.
Sama halnya dengan pentingnya memiliki kesadaran diri dalam mengasah adaptabilitas. Dengan sadar diri dan mengenal diri, kita memiliki pondasi dan paham pemetaan diri, yang membuat kita paham, apa saja yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dalam diri kita. Namun, keduanya bisa berjalan beriringan, karena proses mengenal diri pun adalah proses sepanjang hayat yang juga penuh dinamika.
Perjalanan menelusuri dan mengasah adaptabilitas, bisa jadi berjalan beriringan dalam kehidupan. Namun keduanya bisa jadi tidak sama-sama mulai dari 0 kan ya? Semakin seseorang mengenal diri, maka proses mengasah adaptabilitas dirinya pun rasa-rasanya akan lebih mulus. Setidaknya ia sudah tahu bisa mulai dari mana dan bagaimana tahapan-tahapannya.
Ada banyak tes psikologi yang membantu diri untuk mengenali potensi. Yang pernah saya coba diantaranya :
1. Talents Mapping (yang memang saya seriusi juga hingga jadi praktisi) baik Talents Mapping Assesment maupun Strength Typhology - 30 (ST-30)
2. DISC yang saya coba saat mengikuti beasiswa INOVASIA Paragon Corp dimana hasil tes tersebut memperlihatkan kecenderungan gaya leadership seseorang
3. MBTI yang saya coba buat iseng-iseng aja karena penasaran dengan hasilnya
dsb
Alat tes tersebut merupakan alat bantu saja. Yang mana saat membaca hasilnya, kita perlu self discovery. Cocok ngga ya dengan yang saya rasakan selama ini? Nah, biasanya kalau Self Awareness-nya sudah jalan, seseorang akan merasakan kesesuaian hasil alat ukur tersebut dengan kondisi riil dirinya. Istilah-istilah klasifikasi yang ada dalam alat tes psikologi, bisa dijadikan input dalam menyusun strategi langkah ke depan. Namun, jangan sampai jadi pelabelan dan jebakan ke arah fixed mindset (misal, bakat XXXku rendah, jadi aku ngga bisa kalau melakukan YYY). Ingat, memiliki growth mindset, agility, flexibility dan GRIT juga berperan besar dalam proses mengasah adaptabilitas diri.
Setelah mendapatkan materi pengayaan, proses belajar dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan pemantik. Wah, seru ini. Menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini membuat peserta untuk bereksplorasi diri.
1. Tiga kelebihan yang dimiliki :
a) sistematis, membantu diri untuk menata isi pikiran ke wadah virtualnya masing-masing dan menjadwalkannya. Sehingga bisa mindful dalam bekerja dan terjadwal.
b) bertanggung jawab, membantu membangun integritas diri. Bukan untuk membuktikan ke siapapun tapi dalam proses menjadi hamba Allah yang amanah.
c) suka belajar, membantu diri untuk berani keluar dari zona nyaman dan menepis kecemasan berlebihan.
Satu kekurangan yang dimiliki :
a) prokrastinasi, suka menunda pekerjaan besar, karena terasa sulit dan waktu yang dimiliki ngga cukup (menunggu bayi tidur, pekerjaan domestik selesai atau to do list beres, karena rasanya perlu waktu panjang untuk mengerjakan), membatasi diri sehingga memicu stres saat menjelang deadline.
2. Saat pindah negara, kemudian suami perlu berangkat dulu, sedangkan saya dalam kondisi hamil trimester pertama bersama dua anak menyusul sembari packing barang, menyicil mengosongkan apartemen dan mengurus administrasi. Belajar melihat dari berbagai perspektif, menyusun strategi dan rencana, serta menata prioritas. Alhamdulillah meski berjauhan, kami berkoordinasi intensif. Support system berupa kehadiran teman-teman baik, sesama WNI di rantau maupun teman di komunitas lokal juga sangat membantu proses tersebut. Seperti saat saya kurang fit, teman-teman mengajak anak-anak berkegiatan. Saat perdarahan dan perlu ke rumah sakit, anak-anak juga bisa dititipkan. Alhamdulillah pertolongan Allah dekat, sembari menanamkan keyakinan bahwa ini adalah pembelajaran yang mengasah adaptabilitas diri atas izinNya. Fase adaptasi di tempat baru pun terasa cukup berat, tapi bersamaan dengan itu, saya merasakan bahwa Allah sedang menuntun saya untuk bertumbuh bersama tantangan.
3. Semangat belajar tinggi, suka menjalin persahabatan. Saya kerap minta evaluasi berkala pada suami, terlebih setelah menjalankan sebuah project atau mengumpulkan tugas kuliah. Beliau banyak mengingatkan diri saya untuk tidak FOMO, lebih fokus serta efisien mengelola energi. Sekitar 2-3 bulan lalu saya juga mengambil program coaching bersama seorang mentor, yang kemudian beliau banyak membuka mata saya pada sisi blind spot yang luput dari perhatian. Saran dan kritik yang awalnya terasa tidak realistis untuk saya jalankan dengan kondisi di rantau, perlahan tampak visualisasinya dan muncul ide versi adaptasinya.
4. Kualitas yang dimiliki oleh diri yang lebih baik : bisa melihat dari berbagai POV sehingga lebih bijak dalam menyikapi kondisi, mendewasakan bakat relator, input, empathy sebagai bekal mengasah adaptabilitas diri dan bertumbuh ke arah versi diri yang lebih baik.
Abu Dhabi, 29 Agustus 2025
Comments
Post a Comment