Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2017

Ada Banyak Orang yang Bisa Menyuapiku, Mi

Hari kedua ini Mica coba awali dengan sounding saat dia jelang bangun tidur pagi. Mica sampaikan padanya kalau kakak bisa makan sendiri, menyiapkan piringnya sendiri dan menghabiskan makanannya tanpa sisa. Bismillah…semoga hari ini dimudahkan. Saat sarapan, agak kaget juga saat tadi akan makan tiba-tiba kakak sampaikan kalau kakak mau mengambil nasi sendiri dari magic com. Kebiasaan yang akhir-akhir ini menghilang  karena adanya pelayanan. Karena permintaan kakak, maka Mica turunkan magic com nya ke lantai. Kakak ambil piring di rak piring kakak, kemudian mengambil beberapa centong nasi ke piringnya. Kami pun duduk bersila di hadapan meja makan, siap untuk makan bersama Mica : Kakak, anak yang shalihah dan mandiri, Ummi yakin kakak bisa makan sendiri. Kita sekarang makan bareng-bareng yuk… Kakak : Tapi kakak maunya disuapi… Mica : Kenapa? Ini lihat, ummi makan, kakak juga makan. Sama-sama menyuapkan nasi ke mulut. Yuuuuuk… Kakak : Ngga mau, kakak maunya disuapi Mic

Karena Karbohidrat Tak Harus Nasi

Nak, Ummi tidak ingin kau makan dengan terpaksa. Maka, saat sarapan tadi kau menolak untuk menyantap nasi yang sudah terhidang, ummipun membiarkan. Hingga hari semakin siang dan kau pun tak kunjung menyentuh nasi di piring. Ummi menanti dengan mawas hati. Hingga kemudian ada penjual roti yang suara belnya sudah akrab di telingamu sejak kita masih tinggal di Bandung. Dan kau pun meminta untuk membelinya. Setelah roti berada dalam genggamanmu, kau menyantap dengan lahap. Dua potong besar kau habiskan. Ummi pun sedikit tersenyum lega. Di lain waktu, kakak juga lebih melirik kolak pisang dibanding piring makan yang terhidang di meja. Mica pun membolehkan. Kakak bebas menentukan mana yang dikonsumsi terlebih dahulu. Asupan karbohidrat memang telah terpenuhi di porsi itu, tapi belum merupakan gizi seimbang. Tapi kakak sudah menolak jika ditawari menu makanan yang lain. Bagi kakak, tak mudah mengidentifikasi rasa lapar. Kakak baru mengatakannya jika sudah merasa sangat lapar

Yuk Nak, Kita Biasakan Lagi

Makan sendiri bukanlah kebiasaan baru untuk kakak.  Saat dulu tinggal masih hanya bertiga saja di Bandung, kakak sudah terbiasa untuk makan sendiri. Memang, belum sepenuhnya. Namun dia bisa melalui sesi makan dengan memasukkan beberapa suap makanan secara mandiri. Dan biasanya dia akan berhenti menyuap sendiri, saat melihat piring Mica dan Biya sudah kosong. Mungkin dia merasa sesi makannya pun sudah usai. hihihi Berpindah tempat tinggal ke rumah Yangti Yangkung, membuat kebiasaan menjadi sedikit goyang. Dualisme pola pengasuhan, kehadiran adik, tempat tinggal dan lingkungan yang baru membuat kakak perlu menyesuaikan diri. Dan dalam hal makan, dia pun memilih yang membuatnya nyaman. Mica : Kakak, makan yuk… Kakak : Iya nanti, kakak belum lapar Mi Yangti : Nanti sebentar lagi ya. Makan sama Yangti, Yangti suapi kakak. Kakak : Iyaaaaa… Contohnya seperti itu. Tidak ada siapa yang salah siapa yang benar, karena Mica yakin, dalam pandangan Yangti Yangkungpun, itu me

Mengalirkan Rasa Setelah Melewati Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif

Ummi, Bersabarlah dalam Membersamainya

Ada pelajaran dalam setiap peristiwa, pun kemarin saat membersamai ananda.  Hari kemarin, kakak memilih untuk bersepeda di luar rumah. Sembari menggendong adik, saya menemani kakak bersepeda. Menyemangati kala kesulitan mengayuh pedal, membantunya melewati jalan yang tidak rata atau memberikan apresiasi saat kakak berhasil menyeberang. Adik tenang dalam buaian. Lambat laun, stok energi saya menipis. Tak sebanding dengan semangat kakak untuk bergerak kesana kemari. Mulailah saya melayangkan negosiasi. Ummi : Kak, Ummi masuk sebentar ya. Mau taruh adik di kamar. Kakak : Lho, jangan. Adik temani kakak main sepeda. Sambil digendong Ummi. Ummi : Tapi sebentar aja ya. Ini panasnya menyengat kak. Kakak : Lho, kakak maunya main sepeda yang lama Ummi : Hmm..begini saja ya. Ummi pasang alarm 10 menit, nanti kalau alarmnya berbunyi, kita masuk rumah. Sepakat? Kakak : Nah, iya. Sepakat Mi. Bahu sudah pegal-pegal, ingin memintanya main di dalam rumah, ingin meletakkan adik di

Mari Kita Buktikan Intuisimu, Nak

Di rumah yangti, kakak terbiasa mengikuti pengajian majlis ta’lim yang tempatnya tepat di depan rumah. Untuk menuju kesana kami cukup menyeberang saja. Dan untuk melihat pengajian berjalan sesuai jadwal atau libur, cukup melihat tanda pintu samping terbuka atau tidak.  Sore tadi, tidak ada jadwal pengajian disana, tapi ada rapat bulanan untuk pengurus majlis ta’lim. Sepulang sholat jamaah Ashar, kakak melihat ada beberapa motor berjejer parkir di depan rumah depan. Usai melipat mukena, Mica mengajaknya mandi. Mica : Kak, mandi yuk…mumpung adik masih tidur. Kakak : Ayo Mi, kakak mau mandi, terus mengaji di rumah depan Mica : Ada pengajian gitu di rumah depan? Kakak : Ada, kakak sudah lihat. Mica : Biasanya kalau ada pengajian, yangti kan selalu ikut. Nah, kita tanya yangti ya, benar atau ngga. Kakak : (ke yangti) Yangti, di rumah depan ada pengajian ya? Yangti : Oh, ngga. Di rumah depan itu sedang ada rapat ibu-ibu. Nih buktinya yangti ngga ikut. Kalau pengajian kan

Cancel Cancel Go Away

Hijrah ke lingkungan yang berbeda tentu membuat diri menyesuaikan diri. Terbiasa berada di lingkungan kondusif untuk belajar dan berdiskusi, membuat Ummica merasa kehilangan saat di lingkungan baru belum ada forum belajar serupa. Saat bertemu dengan orang-orang yang menanyakan aktivitas, saat Ummi menjawab, “mendidik anak dan menulis.”, tanggapannya adalah “oh, berarti di rumah saja ya.”. Mica pun meringis. Sempat terbawa arus perasaan menjadi sedih dan merasa powerless . Tapi alarm diri berbunyi, Mica merasa itu tidak tepat. Anggap saja Mica sedang bertemu Mr. Loose Loose. Yang harus dihadapi dengan jurus cancel-cancel go away .  Kalimat-kalimat negatif yang diterima, diubah menjadi energi untuk bersiap melompat lebih tinggi. Karena pikiran mempengaruhi segalanya. Mica pun menguatkan tekad untuk semakin bersungguh-sungguh menjalankan Pendidikan Keluarga ( Home Education ) untuk kakak dan adik. Maka, Mica putuskan untuk fokus dan terus bergerak. Beberapa bulan lalu Mica

Perhatian dan Pengertian

Sejak family forum tanggal 1 Februari 2017 lalu, Abiya selalu berusaha menghubungi Ummica kala istirahat siang maupun ba’da Isya’. Tidak setiap saat jadwal kami berpadu. Kadang saat tengah hari, Mica masih membersamai anak-anak, atau saat malam hari, Biya masih lembur kerja. Biya : Assalamu’alaykum wr wb Mica : Wa’alaykumsalam wr wb Biya : Ummi lagi apa? Bisa diskusi? Mica : Harus sekarang? Kalau ditunda dulu bisa? Jam 2 gitu, Bi. Sekarang masih menemani kakak makan. Biya : Oke, bisa. Ngga masalah. Kami berusaha menerapkan kaidah Clear and Clarify . Biya menanyakan dulu keluangan waktu Mica, dan Mica menanyakan dulu apakah diskusi tersebut bisa ditunda atau tidak. Bagaimana komunikasi kami sebelumnya? Saya sulit mengeluarkan isi hati dan keinginan. Contohnya begini, Biya : Assalamu’alaykum wr wb Mica : Wa’alaykumsalam wr wb Biya : Ummi lagi apa? Mica : Tidur (jawaban yang muncul karena merasa disindir oleh Biya, sembari nggrundel mbatin, “Masa’ Abi ng

Ummi, Turunkan Egomu

Suatu tantangan tersendiri bagi Mica, kala pekerjaan domestik sedang menumpuk, dan kakak meminta perhatian khusus. Seperti siang ini, saat Mica sedang mencuci perkakas dapur usai memasak, kakak yang sedang ada di meja makan, meminta untuk diambilkan piring. Sebenarnya kakak bisa dan biasa mengambilnya sendiri, tapi kali ini memilih untuk diambilkan. Kakak : Ummi, mau kedelai edamame (sudah ada di atas meja) Mica :  Boleh, kakak ambil piring untuk tempat kulitnya ya Kakak : Ngga mau, ummi aja yang mengambil Mica : Kakak, kakak bisa. Ayo, ambil sendiri Kakak : Ngga, ummi ajaaaaaaa (mulai menggunakan nada tinggi) Mica : Kakak, kakak sudah bisa jalan, bisa berjalan kan? Ayo, ambil sendiri ( kekeuh tidak mau mengambilkan dan hati mulai terasa kesal memanas) Kakak : Ngga mauuuuu, mau diambilkan ummi aja (nada tinggi maksimal :D) Mica : (menahan gemas sambil mencuci panci, rasa-rasanya ingin menggigit panci. Tetap tidak mengambilkan tapi mendatangi kakak, dan melihat bebera

Siap Menerima Resiko?

Usai sholat Isya’, kakak terlihat sudah mengantuk. Ummi : Kakak sudah mengantuk? Kakak : Iyaaaa….ngantuk Mi, mau tidur Ummi : Boleh…Yuk., gosok gigi dulu Kakak : Ngga mau, kakak mau tidur… Ummi : Boleh… Kak, kakak ingat cerita yang di buku kakak? Yang Maura makan coklat itu. Habis makan, gula-gula makanan itu menempel di gigi dan merusak gigi. Kakak siap menerima resiko? Siap giginya bolong? Kakak : Ngga Miiiii… kakak mau gosok gigi sekarang Ummi : Boleh, yuk. Mau digosokin Ummi atau sendiri? Kakak : Sendiri aja. Ummi : Oke, Ummi gosok gigi juga ya. Kita sama-sama. Ummi juga ngga mau giginya bolong (Lalu kakak dan ummi beranjak ke kamar mandi dan menggosok gigi) Kakak : Sudah Mi Ummi : Oke. Kakak, Ummi boleh periksa kebersihannya? Kakak : Buat apa? Ummi : Siapa tahu ada yang belum kena gosok, kakak belum menjangkau. Kakak : Iya, boleh. (Gosok gigi pun selesai, kami menuju kamar tidur) Ummi : Udah bersih dan segar ya kak. Kita sama. Kakak  : Iya Mi

Dialog Hati

Adik, kali ini Mica ingin berterimakasih padamu. Atas pengertian yang kau wujudkan dalam sikapmu. Mica jadi teringat saat berdiskusi dengan om. Om bertanya sebab dari kecemburuan kakak padamu. Diskusi pun mengalir. Kala itu Mica sampaikan bahwa kakak sebagai anak pertama memiliki “standar perhatian orangtua” yang tinggi. Karena orangtua selalu membersamai segala aktivitasnya. Sedangkan adik sebagai anak kedua, “standar perhatian orangtua” lebih rendah, karena sedari lahir, perhatian orangtua sudah terbagi, untuknya dan untuk sang kakak. Maka saat Mica harus membersamai kakak yang sedang beradaptasi menyambut adik, Mica meminta pengertian padamu untuk bermain mandiri setelah disusui dan tidur dengan nyenyak setelah kenyang. Dan adik benar-benar melakukannya. Pun pagi tadi, saat hanya ada Mica, kakak dan adik di rumah, serta n akan ada diskusi parenting di rumah. Mica mengkondisikan alur acara agar seandainya nanti adik butuh digendong dan kakak butuh perhatian, acara tetap dapat be

Membuat Checklist Kontrol Kalimat

Hari ini di kelas Bunda Sayang ada semacam camilan pagi, tentang 12 Gaya Populer Penghambat Komunikasi. Saat membaca contoh-contohnya, Jlebb… rasa-rasanya masih banyak yang  sering saya lontarkan pada kakak. Baiklah, ketimbang hanya merasa-rasa saja, lebih baik membuat checklist kontrol kalimat untuk 10 hari ke depan J Dan setelah ada checklist ini apa lantas saya berubah menjadi ibu peri yang tak pernah melontarkan kalimat negatif? Tentu tidak, hehe. Bahkan hari ini saya malah menjadi menyadari bahwa betapa kalimat negatif itu masih terlontar refleks saat melihat perilaku anak. Misalnya, Sepulang dari masjid, kebiasaan kakak adalah melipat mukena dan sajadah, kemudian meletakkan di rak. Setiap barang ada tempatnya, itu sudah menjadi aturan di keluarga kami.Saat siang tadi saya melihat mukena tercecer di lantai, saya bilang, “Kakak, ini kenapa mukena ada disini? Kalau besok masih ditaruh sembarangan, Ummi buang ke tempat sampah ya…” Apa yang selanjutnya terjadi? Kakak

Productive Family Stories di Kala Berjauhan

Sejak berumahtangga, kami nyaris tidak pernah berjauhan kecuali saat awal menikah dan persalinan anak-anak. Dan sekarang adalah momen berjauhan ketiga dalam pernikahan kami. Kami yang terbiasa berdiskusi langsung, membicarakan apa saja dengan bertatap muka, berlatih untuk tetap berkomunikasi produktif meski berjauhan. Jika saat bersama, gadget menjadi penghalang komunikasi kami, saat berjauhan justru gadget menjadi sahabat kami. Berjauhan, terlalu larut dengan aktivitas masing-masing, seringkali membuat kami lupa untuk saling memberi sapaan pagi atau menanyakan kabar seharian. Dan ini seringkali membuat komunikasi menjadi tidak produktif. Emosi meninggi dan nalar menciut. Terutama bagi perempuan ya, hihi Dan, hari ini kami membahas hal ini. Saling menurunkan ego masing-masing, tidak sama-sama merasa paling benar dan fokus pada solusi, perubahan apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keproduktifan kami dalam berkomunikasi. Maka kami sepakati :   Menggagas famiy for