Skip to main content

Materi 5 Program Matrikulasi Ibu Profesional : Learn How to Learn

Males baca resume? Intip Mind Mapnya aja :)

MATERI 5 PROGRAM MATRIKULASI BATCH #1

Alhamdulillah di hari Senin kemarin, bergeser ke pukul 13.00-14.00 WIB kami dapat kembali belajar bersama di program matrikulasi Ibu Profesional. Untuk mematangkan pemahaman dan memudahkan ingatan setiap kali membuka catatan, saya membuat mind map ringkasan materi. Sangat sederhana sekali, memang, Tapi sangat berguna bagi saya pribadi. Lebih lengkapnya mengenai materi ini, langsung simak materi lengkapnya saja ya. 

BELAJAR BAGAIMANA CARANYA BELAJAR

(Learn How to Learn)

Bunda, sebagaimana yang sudah kita pelajari sebelumnya, bahwa fitrah yang dimiliki anak sejak lahir adalah fitrah belajar. Tetapi mengapa sekarang ada  anak yang senang belajar dan ada yang tidak suka.
Suatu pekerjaan yang berat jika dilakukan dengan senang hati maka pekerjaan yang berat itu akan terasa ringan, dan sebaliknya pekerjaan yang ringan atau mudah jika dilakukan dengan terpaksa maka akan terasa berat atau sulit.
Jadi suka atau tidaknya pada suatu pekerjaan itu bukan bergantung pada berat atau ringannya suatu pekerjaan. Lebih kepada rasa. Maka membuat kita bisa terhadap sesuatu itu mudah, menjadikannya suka itu baru tantangan.
Bagaimana halnya dengan belajar ? berat atau ringan ?
Bisa berat bisa juga ringan bergantung bagaimana kita bisa mengemasnya dengan cara yang sangat menyenangkan atau tidak.
Melihat perkembangan dunia yang semakin canggih dapat kita rasakan bahwa dunia sudah berubah dan dunia masih terus berubah. Perubahan ini semakin hari semakin cepat sekali. Maka anak kita sudah tentu akan hidup di jaman yang berbeda dengan jaman kita.Apa yang perlu kita persiapkan untuk anak kita ?
Anak kita perlu belajar akan tiga hal:
1. Belajar hal berbeda           
2. Cara belajar yang berbeda
3. Semangat belajar yang berbeda

1. Belajar Hal Berbeda

Apa saja yang perlu di pelajari ? Yaitu dengan belajar apa saja yang bisa:
a.Menguatkan imannya, ini adalah dasar yang amat penting bagi anak-anak kita untuk meraih masa depannya
b.Menumbuhkan karakter yang baik, seperti, kejujuran
c.Menemukan passionnya (panggilan hatinya)

2. Cara Belajar Berbeda

Jika dulu  kita dilatih untuk terampil menjawab, maka latihlah anak kita untuk terampil bertanya. Keterampilan bertanya ini akan dapat membangun kreativitas anak dan pemahaman terhadap diri dan dunianya. Kita dapat menggunakan jari tangan kita sebagai salah satu cara untuk melatih keterampilan anak2 kita untuk bertanya.
Misalnya :
Ibu jari : How
Jari telunjuk : Where
Jari tengah : What
Jari manis : When
Jari kelingking : Who
Kedua telapak tangan di buka : Why
Tangan kanan kemudian diikuti tangan kiri di buka : Which One
Jika dulu kita hanya menghafal materi, maka sekarang ajak anak kita untuk mengembangkan struktur berpikir. Anak tidak hanya sekedar menghafal akan tetapi perlu juga dilatih untuk mengembangkan struktur berpikirnya. Jika dulu kita hanya pasif mendengarkan, maka latih anak kita dg aktif mencari. Untuk mendapatkan informasi tidak sulit hanya butuh kemauan saja. Jika dulu kita hanya menelan informasi dari guru bulat-bulat, maka ajarkan anak untuk berpikir skeptik.
Apa itu berpikir skeptik ?
Berpikir skeptik yaitu tidak sekedar menelan informasi yang didapat bulat-bulat. Akan tetapi senantiasa mengkroscek kembali kebenarannya dengan melihat sumber-sumber yang lebih valid.

3.Semangat Belajar yang Berbeda

Semangat belajar  yang perlu ditumbuhkan pada anak kita adalah :
a.Tidak hanya sekedar mengejar nilai rapor akan tetapi memahami subjek atau topik belajarnya
b.Tidak sekedar meraih ijazah/gelar tapi kita ingin meraih sebuah tujuan atau cita-cita.
Ketika kita mempunyai sebuah tujuan yang jelas maka pada saat berada di tempat pendidikan kita sudah siap dengan sejumlah pertanyaan-pertanyaan. Maka pada akhirnya kita tidak sekedar sekolah tapi kita berangkat untuk belajar (menuntut ilmu). Yang harus dipahami, menuntut ilmu bukan hanya saat sekolah, tetapi dapat dilakukan sepanjang hayat kita.

Bagaimanakah dengan strategi belajarnya?

• Dengan menggunakan strategi Meninggikan Gunung bukan Meratakan Lembah.
Maksudnya adalah dengan menggali kesukaan, hobi, passion, kelebihan, dan kecintaan anak-anak kita terhadap hal-hal yg mereka minati dan kita sebagai orangtuanya memberikan support semaksimal mungkin. Misalnya jika anak suka bola maka mendorongnya dengan memasukkannya pada klub bola, maka dengan sendirinya anak akan melakukan proses belajar dengan gembira.
Sebaliknya jangan meratakan lembah,yaitu dengan menutupi kekurangannya, misalnya apabila anak kita tidak pandai matematika justru kita berusaha menjadikannya untuk menjadi pandai matematika dengan menambah porsi belajar matematikanya lebih sering (memberi les misalnya). Ini akan menjadikan anak menjadi semakin stres.
Jadi ketika yang kita dorong pada anak-anak kita adalah keunggulan atau kelebihannya maka anak-anak kita akan melakukan proses belajar dengan gembira. Orangtua tidak perlu lagi mengajar atau menyuruh-nyuruh anak untuk belajar akan tetapi anak akan belajar dan mengejar sendiri terhadap informasi yang ingin dia ketahui dan dapatkan. Inilah yang membuat anak belajar atas kemauan sendiri, hingga ia melakukannya dengan senang hati.

Bagaimanakah membuat anak menjadi anak yang suka belajar ?

Caranya adalah :
a. Mengetahui apa yang anak-anak mau atau minati
b. Mengetahui tujuannya, cita-citanya
c. Mengetahui passionnya
Jika sudah mengerjakan itu semua maka anak kita akan meninggikan gunungnya dan akan melakukannya dengan senang hati.
Good is not enough anymore we have to be different
Baik itu tidak cukup (karena orang baik itu banyak) tetapi kita juga harus punya nilai lebih (yang membedakan kita dengan orang lain).
Peran kita sebagai orang tua  adalah:
• sebagai pemandu : usia 0-8 tahun
• sebagai teman bermain anak-anak kita : usia 9-16 tahun.
Kalau tidak maka anak-anak akan menjauhi kita dan anak akan lebih dekat/percaya dengan temannya.
• sebagai sahabat yang siap mendengarkan anak-anak kita : usia 17 tahun keatas

Cara mengetahui passion anak adalah :
  • Observasi (pengamatan)
  • Engage (terlibat)
  • Watch and listen (lihat dan  dengarkan suara anak)

a.Perbanyak ragam kegiatan anak, olahraga, seni dan lain-lain
b.Belajar untuk telaten mengamati, dengan melihat dan mencermati terhadap hal2 yang disukai anak kita dan apakah konsisten dari waktu ke waktu. Diajak diskusi tentang kesenangan anak, kalau memang suka maka kita dorong.
Cara mengolah kemampuan berpikir anak adalah dengan :
-Melatih anak untuk belajar bertanya,
Caranya:
- Dengan menyusun pertanyaan sebanyak-banyaknya mengenai suatu obyek.
- Belajar menuliskan hasil pengamatannya
- Belajar untuk mencari alternatif solusi atas masalahnya
- Presentasi yaitu mengungkapkan akan apa yang telah didapatkan atau dipelajari.
- Sedangkan kemampuan berpikir pada balita bisa ditumbuhkan dengan aktif bertanya pada si anak.
Selamat praktek,

Salam Ibu Profesional,

/Septi Peni/


SESI TANYA JAWAB

1. Ina_Balikpapan
Bu Septi, saat melepas ananda berjuang di negeri orang apa ada hal yang dikhawatirkan dan bagaimana mengatasi hal tersebut?
Jawab : Ini proses belajar mbak. Ketika anak-anak memilih untuk kuliah di luar negeri maka kami memperkuat materi pokok sebelumnya tentang iman, akhlak, adab dan bicara. Kemudian melatih kemandirian, melatih kuota gagal anak-anak, menstimulus kecerdasan finansial. Hal ini yang kami utamakan. Jadi intinya adalah memperkuat "ketrampilan hidup" anak-anak. Setelah itu tinggal nguatin doa.

2. Uput_Bandung
Bu Septi, kalo menghadapi anak yg diesel gimana ya?panasnya luamaaaaaa......
Jawab : Mulailah observasi, apa yang paling membuat dia bersemangat, kemudian libatkan diri kita dalam proses belajar bersama mereka,  jangan hanya menyuruh, tetapi memulai sebagai teman bermain. Selanjutnya dengarkan suara anak, jangan terlalu banyak kasih perintah.

3. Dewi May_Bandung  
Bunda Septi, menstimulus kecerdasan finansial anak sejak usia berapa tahun? Atau menjelang berangkat ke luar negeri?
Jawab : Ada tahapannya teh, sejak anak-anak sudah mengenal angka (sekitar usia 7-9 tahun) maka dikenalkan pada nilai mata uang, kemudian sekitar usia 9-12 tahun, dilatih dengan mengelola uang saku secara produktif, anak-anak sudah mengajukan mini budget. Usia 12 tahun keatas mereka belajar mengelola uang secara produktif, uang saku sudah menjadi modal usaha anak-anak. Sampai akhirnya mereka siap mengelola uang dari hasil jerih payahnya sendiri di usia 14 tahun.

4. Laila Muhamad dib_Aceh
Bagaimana cara kita mengetahui passion si anak, jika sudah menelusuri dengan pengamatan, terlibat dan seterusnya? Kita selaku orangtua merasa telah  menemukan yang "anakku banget", tapi masih ragu-ragu. Ini dibiarkan mengalir dulu atau langsung diarahkan? Takutnya ini hanya kesimpulan sementara. Mengingat usia anak 6.6 tahun. Masih berubah-ubah kan ya kesenangannya?
Jawab : mbak laila, anak usia 2-7 th normalnya adalah selalu berubah-ubah keinginannya. Maka tugas kita adalah menemani perubahan itu dan bersungguh-sungguh menanggapinya, jangan disepelekan meski itu keinginan anak-anak yang kadang (masih dianggap kecil) sehingga tidak diperhatikan. FOKUS pada PROSES bukan pada hasil. Ketika kita menemani dengan sungguh sebuah proses menemukan passion, maka anak-anak akan paham, bagaimana cara merealisasikan sebuah keinginan menjadi realitas. Bidangnya boleh berganti-ganti. Nanti amati, apakah anak-anak konsisten dengan peran hidupnya atau bidang yang ditekuninya. Kedua hal ini akan berbeda perlakuan.

5. Evi_Lampung
Seperti saat ini , anak saya ( 4,5 tahun) bergairah sekali ketika bertanya dan bercerita tentang tata surya.
Bagaimana ya bu tips nya, ketika kita ingin memperkenalkan yg lain sedangkan dia masih antusias dengan tema yang ini.
Jawab : Mbak Evi, kurikulum personal itu mengikuti anak, bukan anak yang diminta mengikuti kurikulum. jadi ijinkanlah anak-anak mempelajari satu hal dengan mendalam, jangan khawatir ketinggalan materi yang lain, toh kita sudah tidak akan membandingkan pencapaian anak kita dengan anak orang lain kan?. Yakinlah bahwa sejatinya anak akan hidup dengan satu keahlian yang dikuasai secara mendalam.

6. Diah Soehadi _Depok
Anak umur 9 tahun, dari kecil suka hal-hal logic math, saat ini suka bikin program komputer khususnya game, waktu luangnya habis untuk main yoyo dan bikin game. Apakah masih harus ditambah wawasan atau sudah mulai bisa masuk ke gagasan?
Jawab : Mulailah masuk gagasan mbak, dengan memandu anak-anak membuat papan mimpinya (vision board). Setelah itu buatlah kegiatan brainstorming bersama anak. Dengan panduan pertanyaan :
a. Mengapa
b. Bagaimana Jika
c. Mengapa tidak
Nanti akan muncul berbagai gagasan anak-anak bisa dari yoyo nya atau dari gamenya. Kita harus pintar-pintar memaknai dimana waktu yang paling banyak dihabiskan oleh anak-anak sebagai waktu yang paling dinamis dan produktif belajar.

7. Diah _Depok  
Lanjut nanya ya Bu. Pernah saya tanyakan , mimpi-mimpinya apa saja? Sekarang aku pengen bikin game yang ada trik yoyonya, tapi kalau besar aku mau jadi walikota.
Jawab : Tanggapi serius, mulai dengan "game yang ada trik yoyonya", jangan pernah tanyakan apapun. Yang ada di depan kita saat ini, hadapi. Toh kita juga tidak bisa memastikan kelak dia jadi gamers atau walikota kan? maka perkuat prosesnya. Dulu ketika Ara usia 9 tahun bilang ingin jadi peternak, saya tanggapi dengan serius sampai muncul Moo's Project. Tapi apakah hari ini dia jadi peternak, ternyata tidak, peternakan itu ternyata hanya lantaran Ara memperkuat peran hidupnya sebagai integrator. Saat ini di usianya yang ke 18 tahun, Ara sangat mahir sebagai integrator, dalam berbagai bidang.

8. Noni _Tangerang  
bu Septi... untuk mendidik anak kita menjadi generasi khalifatul fil ardh yang berkualitas,berarti kan anak harus  mendapatkan guru pendidik utama yang berkualitas pula. Yang artinya orangtuanyalah yang haruslah lebih dahulu berkualitas. Apa yang menjadi kategori bahwa orangtua cukup berkualitas ilmunya dalam mendidik anak-anaknya. Dan seandainya orangtua belum berkualitas maka prosesnya learning by doing. Dalam proses learning by doing ini mana dulu yang harus diutamakan. Mohon masukannya bu Septi.
Jawab : Mbak Noni, anak-anak mungkin bisa salah memahami perkataan kita, tetapi mereka tidak pernah salah mengcopy. Maka berperilaku baik terlebih dahulu untuk bisa dicontoh anak-anak, itu modal awal kita menjadi orangtua yang berkualitas. Kemudian mau menemani anak berproses mencari ilmu, tidak harus serba bisa, tetapi selalu punya kemauan kuat untuk menemani, selayaknya petani menemani tumbuhnya tanaman dengan cara alami tidak digegas. Ingat dalam mendidik anak kita tidak mengajar melainkan “tumbuh bersama”. Sehingga indikator orangtua berkualitas adalah diantara keduanya, anak dan ortu, bersemangat belajar bersama-sama. Pengalaman saya mendampingi anak-anak secara optimal itu ternyata hanya di 12 tahun pertamanya saja. Setelah itu anak-anak akan menemukan orangtua "ideologis" nya yang akan menjadi mentor mereka. Yang paling sedih adalah kalau kita hanya berfungsi menjadi orangtua "biologis' saja, tidak sekaligus menjadi orangtua "ideologis"nya disaat mereka masih dibawah 12 tahun. Anak-anak akan berbeda value hidup dengan kita, sehingga proses berikutnya mereka akan mencari orangtua "ideologis" yang sevalue dengan dirinya, yang belum tentu sevalue dengan kita. Ini menyedihkan.

9. Evi_Lampung
Jadi kurikulum personal itu dibuat berdasarkan keinginan anak. Caranya bagaimana, Bu? Apa kita tidak boleh ada target untuk iman, adab dan lain-lain?
Jawab : Selama ini anak-anak dipaksa mengikuti kurikulum yang sudah baku, padahal kurikulum itu harusnya mengikuti karakter unik anak kita. Apa tidak boleh bikin target? Boleh, target itu sesuaikan dengan value keluarga dan diskusikan dengan anak. Kalau saya dulu memberikan keleluasaan anak-anak untuk menentukan targetnya sendiri. Dan kita apresiasi ketika target tersebut tercapai, dengan family forum yang bernama mastermind. Kalau tidak tercapai, maka sebulan sekali kami buat family forum yang bernama "False Celebration", sehingga anak-anak akan belajar dari kesalahan mereka.

10. Ai_Bandung.
Usia 0-7 tahun, tugas kita sebagai pemandu, untuk pemandu kemandirian, OK. Tapi saat bermain, kami (saya dan suami) lebih sering jadi teman bermain. Bagaimana, apakah sudah tepat bu?
Jawab : Teh Ai, pemandu itu bahasa kerennya adalah fasilitator, maka tugas fasilitator adalah menemani proses tumbuh kembang anak, tanpa menjudge apapun, kemudian memberikan makna dalam proses tersebut. Maka baik dalam proses memfasilitasi kemandirian maupun memfasilitasi bermain, semua dalam posisi "menemani" tidak ada yang "menggurui"

11. Fahrina_Singapura
Bu Septi.. Apa yang sebaiknya dilakukan bila anak sudah 15 tahun dan belum yakin passionnya apa. Bgmn caranya agar cepat tahu passionnya?
Jawab : Beragamkan aktivitasnya mbak, jangan seragam. Maksud saya seragam, anak-anak hanya berada di lingkungan yang sama terus menerus dengan aktivitas yang sejenis. Misal pagi-sore mereka sudah sekolah full day, kemudian hari libur masih diminta memperkuat bidang pelajarannya. Hal ini membuat anak-anak kehilangan waktunya untuk mengeksplorasi dirinya. Sehingga proses menemukan dirinya akan jadi lambat. Anak-anak akan jadi orang yang ikut mimpi orang lain, atau ikut arus saja, tanpa tahu potensi kekuatan dirinya apa.

Selesai.

#ODOPfor99days
#day14
#institutibuprofesional

#griyariset

Comments

Popular posts from this blog

Menulis Cerita Anak : Pengenalan Anggota Tubuh

CERITA TENTANG PENGENALAN ANGGOTA TUBUH Udara hangat, suara burung berkicau dan air bergemericik, menemani sang mentari menyingsing dari arah timur. “Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh…. Selamat pagi anak-anak… Bagaimana kabar hari ini?” ibu guru membuka ruang kelas batita dengan sapaan penuh semangat. Anak-anakpun menjawab dengan antusias, bahkan mereka berlomba-lomba mengeraskan suara, “Wa’alaykumsalam warahmatullah wabarakatuh… Selamat pagi ibu guru… Alhamdulillah….Luar biasa…Allahu Akbar!” Jawaban sapaan berlogat cedal khas anak-anak membahana di seluruh isi ruangan. Ibu guru tersenyum lebar. (Coba, siapa yang bisa peragakan, bagaimana senyum lebar itu?). Jawaban nyaring anak-anak tadi tak ubahnya pasokan energi yang membuat semangatnya menggebu sehari penuh. Pagi ini sang ibu guru akan mengenalkan pada anak-anak mengenai anggota tubuh. Sengaja beliau datang dengan tangan hampa. Tanpa buku, tanpa alat peraga. Rupanya beliau ingin tahu seberapa jauh anak-

Mini Project : Belajar Siklus Air

Mini Project 20 Juli 2016 Belajar Siklus Air Beberapa sore belakangan, hujan selalu menyapa. Allahumma shoyyiban nafi’an Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat. Salah satu kebiasaan yang Mentari Pagi lakukan saat hujan adalah melihat kamar belakang sambil melapor, “Ngga bocor koq Mi,alhamdulillah kering.” Hihihi..Atap kamar belakang memang ada yang bocor. Sehingga jika hujan turun, terlebih hujan besar, saya selalu mengeceknya, apakah bocor atau tidak. Dan kebiasaan inilah yang damati dan diduplikasi oleh MeGi. Dari sini jadi terpikir untuk mengenalkan siklus air padanya. Alhamdulillah, kemudahan dari Allah. Saat membuka facebook timeline , ada teman yang membagi album foto mba Amalia Kartika. Berisikan ilustrasi menarik mengenai informasi ayat-ayat yang berkaitan dengan air dan hujan. Jadilah ini sebagai salah satu referensi saya saat belajar bersama mengenai siklus air. Untuk aktivitas ini saya menggunakan ilustrasi siklus air untuk stimulasi m

Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas

Membuat Skala Prioritas Beberapa pekan lalu, kami sebagai tim Training and Consulting Ibu Profesional Non ASIA mengundang mba Rima Melani (Divisi Research and Development – Resource Center Ibu Profesional, Leader Ibu Profesional Banyumas Raya sekaligus Praktisi Talents Mapping ) di WhatsApp Group Magang Internal. Bahasan yang disampaikan adalah mengenai Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas.  Bahasan ini kami jadwalkan sebagai materi kedua dari rangkaian materi pembekalan untuk pengurus IP Non ASIA karena bermula dari kebutuhan pribadi sebagai pengurus komunitas. Masih berkaitan dengan materi sebelumnya, yang bisa disimak di tulisan sebelumnya . Di materi pertama lalu kami diajak uni Nesri untuk menelusuri peran diri sebagai individu, yang kemudian dipetakan dan dikaitkan dengan peran dalam keluarga sebagai lingkaran pertama, dilanjutkan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan sosial sekitar. Sehingga antara peran diri, peran dalam keluarga serta peran komunal dapat di