Skip to main content

Sebuah Catatan dari Bahan Diskusi : Fitrah Seksualitas dan Perkembangan Psikoseksual pada Anak

Hari ini, kelompok kedua mempresentasikan materi mengenai fitrah seksualitas dikaitkan dengan perkembangan psikoseksual. Ini bahasan yang menarik, karena di materi ini dipahamkan mengenai perkembangan psikologi anak yang dikaitkan dengan fitrah seksualitasnya. Seringkali saat orangtua memergoki anaknya melakukan hal yang aneh, orangtua langsung marah dan melarang keras. Alhasil, anak justru takut dan melakukannya kembali namun secara diam-diam, tanpa sepengetahuan orangtua. Terus berjalan dan menjadi kebiasaan sehingga lambat laun justru mengarah ke penyimpangan. Padahal jika saat awal diketahui, orangtua dapat merespon dengan positif, maka orangtua akan menjadi tempat cerita anak dan transfer pemahaman akan berjalan karena komunikasi yang baik. Anak terhindar dari penyimpangan. Maka, perkembangan psikoseksual ini penting untuk dipahami orangtua, sehingga dapat menyikapi perilaku anak dengan lebih bijak.
Tahapan perkembangan psikoseksual merupakan salah satu pandangan dari tokoh yang dikenal dalam dunia psikologi, yaitu Sigmun Freud. Freud mengungkapkan bahwa manusia, pada dasarnya sudah memiliki dorongan-dorongan, yang dikenal dengan istilah libido sejak kecil. Dorongan atau libido ini berkaitan dengan energi-energi psikis yang sifatnya seksual. Dorongan-dorongan seperti ini sudah akan muncul pada manusia, bahkan sejak bayi, dan tersebar di dalam bagian-bagian tubuh, yang berada pada rentang usia tertentu. Ada beberapa tahapan perkembangan psikoseksual manusia, yaitu :
Fase Oral (0 – 1 Tahun)
Pada tahap ini, dorongan utama dari bayi adalah kepuasan pada bagian oral, yaitu daerah sekitar mulut. Jadi, wajar saja bayi pada usia 0 – 1 tahun sering kali mengemut jarinya, dan juga menyusu dari ibunya. Hal ini karena memang secara alamiah, si bayi sedang memiliki dorongan atau libido yang berpusat pada bagian mulut, sehingga libido tersebut harus dipuaskan. Banyak ahli mengatakan, mereka yang pada usia 0 – 1 tahun, tahapan oralnya tidak terpenuhi dengan baik, bisa saja mengalami regresi, misalnya saja pada usia dewasa, masih suka menggigit bolpen, merokok, dan melakukan kegiatan atau perilaku yang berhubungan dengan bagian mulut secara berlebihan, sebagai kompensasi atas tidak terpenuhinya keinginan pada tahapan oral di masa kecilnya.
Fase Anal (1 – 3 tahun)
Pada fase ini, letak pemuasan dari libido atau dorongan seseorang berada pada bagian anal atau dubur. Fase ini merupakan salah satu fase yang tepat untuk melakukan toilet training, yaitu pelatihan menggunakan toilet pada anak.
Fase Falik (3 – 5 tahun)
Tahap-tahap perkembangan psikoseksual manusia berikutnya terjadi pada usia 3 – 5 tahun. Pada fase ini, pemuasan libido atau dorongan seseorang berada pada alat kelamin. Anak-anak sudah mulai paham dan menyadari perbedaan secara anatomis antara laki-laki dan perempuan, dan menyadari fungsinya sebagai makhluk sosial yang memiliki perbedaan jenis kelamin.
Pada fase ini, biasanya sering muncul Oedipus Complex dan Electra Complex. Oedipus Complex merupakan rasa “suka” antara anak laki-laki dengan ibunya, sedangkan Electra Complex merupakan rasa “suka” antara anak perempuan dengan ayahnya.
Fase Laten (5 – 12 tahun)
Tahap-tahap perkembangan psikoseksual berikutnya adalah fase laten. Fase ini merupakan fase tenang, dimana anak – anak akan lebih sibuk dengan kegiatannya tanpa “diganggu” oleh munculnya libido dan dorongan-dorongan seksual. Pada fase ini, anak-anak cenderung bermain dan berteman, terutama dengan anak-anak lain ataupun orang dewasa yang memiliki jenis kelamin sama.
Fase Genital (12 tahun ke atas)

Tahap-tahap perkembangan psikoseksual manusia yang terakhir adalah fase genital. Pada fase ini, organ – organ reproduksi sudah mulai matang, dan pusat keinginan, libido, dan juga dorongan seksual berada pada alat kelamin. Pada fase ini, mulai muncul jalinan relasi heteroseksual.
Jika orangtua sudah mengetahui tahapan perkembangan psikoseksual anak, langkah berikutnya adalah mendampingi anak menjalani tahapan perkembangan psikoseksualnya. Setiap tahapan psikoseksual merupakan Fitrah Manusia, apabila setiap tahapan dapat dilalui dengan baik sesuai fitrahnya, maka ia akan tumbuh menjadi manusia dewasa yang mampu berpikir dan bertindak sesuai fitrahnya. Sebaliknya, jika anak tidak melewati fase perkembangan sesuai fitrahnya, maka akan muncul perilaku menyimpang yang tidak sesuai fitrahnya. Saat ini, beragam perilaku menyimpang seolah menjadi virus yang telah tersebar di masyarakat. Bukan hanya menjangkiti orang dewasa, namun juga pada anak-anak.
Berikut ini beberapa perilaku menyimpang yang harus diwaspadai:
Masturbasi Infantil (Masturbasi pada Anak)
Masturbasi infantil (childhood masturbation) adalah autostimulasi alat genital pada anak prapubertas. Masturbasi merupakan keadaan normal yang ditemukan pada 90-94% laki-laki dan 50-60% wanita pada masa kanak-kanak. Meskipun merupakan suatu keadaan normal, kondisi ini seringkali luput dari perhatian orangtua atau keluarga terutama bila tidak ditemukan manipulasi alat genital secara langsung. Masturbasi infantil (MI) merupakan suatu bentuk pemenuhan kepuasan (gratification) pada masa kanak-kanak. Aktivitas masturbasi pada bayi dan anak tidak selalu dapat dikenali karena seringkali dilakukan tanpa stimulasi alat genital secara manual.
Dengan demikian, adalah keliru jika orang tua menunjukkan reaksi yang kasar dan negatif menanggapi perilaku normal ini. Tapi sungguh dapat dipahami jika kebanyakan orang tua merasa sangat kaget, shock dan bingung ketika mendapati anaknya melakukan aktivitas seks semacam masturbasi. Dan orang tua hendaknya waspada, karena kemungkinan anak yang mempunyai kecenderungan masturbasi dengan intensitas yang tinggi kemungkinan telah mengalami atau menjadi korban pelecehan seksual. Normal atau tidaknya masturbasi yang dilakukan dapat dilihat dari sejauhmana aktivitas tersebut menyita perhatian anak. Jika hanya sekedar memuaskan keingintahuannya maka ini bisa dikatakan normal. Dan sebagai orang tua kita meresponnya dengan memberikan pengertian dan memfasilitasi penyaluran energi dan rasa ingin tahunya melalui kegiatan lain. Tapi jika ia menghabiskan energi dan perhatiannya hanya untuk masturbasi dan enggan melakukan aktivitas lain, maka ini harus diwaspadai.
Disinformasi Gender
Biasanya, anak yang tidak mendapat stimulus dan lingkungan yang positif mengenai fungsi gender, akan mengalami disinformasi gender. Bila berlanjut, ini bisa menjadi akar dari LGBT. Maka dari itu, anak perlu diberi stimulus pemahaman fungsi gender sejak usia dini sesuai tahapan psikoseksual.
Kecanduan Pornografi dan Sexting

Penggunaan gadget yang meluas, menjadi pintu dari paparan pornografi pada anak usia dini. Anak usia dini seharusnya tidak banyak menggunakan gadget dalam kegiatan sehari-hari, apalagi tanpa pendampingan orang tua. Kerusakan otak yang pertama kali terjadi adalah kerusakan di bagian Pre Frontal Cortex, otak yang berada di bagian depan (tepat di dahi) yang merupakan pusat dari kegiatan pengambilan keputusan.
Kekerasan Seksual
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan ratusan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan orang terdekat sebagai pelaku.
Komisioner KPAI Jasra Putra mengungkapkan, data menunjukkan bahwa pihaknya menemukan 218 kasus kekerasan seksual anak pada 2015. Sementara pada 2016, KPAI mencatat terdapat 120 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak. Kemudian di 2017, tercatat sebanyak 116 kasus. Dalam data juga dinyatakan bahwa pelakunya adalah orang terdekat anak seperti ayah tiri dan kandung, keluarga terdekat, dan temannya.
Setelah melihat fenomena di masyarakat, solusi yang ditawarkan kelompok ini adalah dengan mengajak para orangtua menjaga fitrah seksualitas pada anak di setiap tahap tumbuh kembangnya. Antara lain :

☘ Masa Kehamilan
🔹Menjaga asupan makanan dan nutrisi yang seimbang. Menghindari makanan yang mengandung hormon sintetis.
🔹Menjaga Keseimbangan Emosi selama masa kehamilan
🔹Mengajak janin berkomunikasi

☘ 0-1 tahun
🔹Pemberian ASI eksklusif, dan dilanjutkan hingga usia 2 tahun
Pemberian MPASI dengan tekstur yang sesuai dengan usia tumbuh kembang anak

☘ 1-3 tahun
🔹Mengupayakan Sistem Pencernaan yang sehat.
🔹Toilet Training yang menyenangkan
🔹Adab Buang Air Besar dan Kecil
🔹Mengenal Nama-nama anggota tubuh, termasuk organ genital dengan nama ilmiah.
🔹Mengajak anak agar mensyukuri anggota tubuh yang dimilikinya
🔹Tidak memaksa anak untuk bersalaman/cium/peluk dengan orang lain, termasuk anggota keluarga.

☘ 3-5 tahun
🔹Mengetahui adab berpakaian (Malu jika auratnya tampak)
🔹Belajar mengenal fungsi tubuh secara ilmiah, misalnya: Proses kehamilan dan melahirkan.
🔹Mengenal perbedaan tubuh laki-laki dan perempuan.
🔹Mengetahui adab bertemu dengan orang lain.
🔹Mengenal sentuhan yang boleh dan tidak boleh.
🔹Mendukung anak supaya berani bertanya, mengungkapkan perasaan dan pendapatnya.
🔹Mengenalkan peran gender

☘ 5-12 tahun
🔹Kamar Tidur sudah terpisah dari orang tua dan saudara lawan jenis. Jika harus sekamar (perempuan dengan perempuan/ laki-laki dengan laki-laki, maka harus terpisah selimut/tempat tidurnya).
🔹Melakukan beragam aktivitas positif bersama orang tuanya.
🔹Anak Perempuan didekatkan dengan Ayah dan mendapat pemenuhan kebutuhan sentuhan fisik dari Ayahnya (Dipeluk, dicium, diusap). Dan Anak laki-laki dengan Ibunya.
🔹Mengenal ciri-ciri pubertas dan cara menghadapinya

☘ >12 tahun
🔹Melakukan banyak dialog mengenai fitrah peran laki-laki dan perempuan di dunia.
🔹Melakukan aktivitas sesuai peran gender

#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#MembangkitkanFitrahSeksualitasAnak

Comments

Popular posts from this blog

Menulis Cerita Anak : Pengenalan Anggota Tubuh

CERITA TENTANG PENGENALAN ANGGOTA TUBUH Udara hangat, suara burung berkicau dan air bergemericik, menemani sang mentari menyingsing dari arah timur. “Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh…. Selamat pagi anak-anak… Bagaimana kabar hari ini?” ibu guru membuka ruang kelas batita dengan sapaan penuh semangat. Anak-anakpun menjawab dengan antusias, bahkan mereka berlomba-lomba mengeraskan suara, “Wa’alaykumsalam warahmatullah wabarakatuh… Selamat pagi ibu guru… Alhamdulillah….Luar biasa…Allahu Akbar!” Jawaban sapaan berlogat cedal khas anak-anak membahana di seluruh isi ruangan. Ibu guru tersenyum lebar. (Coba, siapa yang bisa peragakan, bagaimana senyum lebar itu?). Jawaban nyaring anak-anak tadi tak ubahnya pasokan energi yang membuat semangatnya menggebu sehari penuh. Pagi ini sang ibu guru akan mengenalkan pada anak-anak mengenai anggota tubuh. Sengaja beliau datang dengan tangan hampa. Tanpa buku, tanpa alat peraga. Rupanya beliau ingin tahu seberapa jauh anak-

Mini Project : Belajar Siklus Air

Mini Project 20 Juli 2016 Belajar Siklus Air Beberapa sore belakangan, hujan selalu menyapa. Allahumma shoyyiban nafi’an Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat. Salah satu kebiasaan yang Mentari Pagi lakukan saat hujan adalah melihat kamar belakang sambil melapor, “Ngga bocor koq Mi,alhamdulillah kering.” Hihihi..Atap kamar belakang memang ada yang bocor. Sehingga jika hujan turun, terlebih hujan besar, saya selalu mengeceknya, apakah bocor atau tidak. Dan kebiasaan inilah yang damati dan diduplikasi oleh MeGi. Dari sini jadi terpikir untuk mengenalkan siklus air padanya. Alhamdulillah, kemudahan dari Allah. Saat membuka facebook timeline , ada teman yang membagi album foto mba Amalia Kartika. Berisikan ilustrasi menarik mengenai informasi ayat-ayat yang berkaitan dengan air dan hujan. Jadilah ini sebagai salah satu referensi saya saat belajar bersama mengenai siklus air. Untuk aktivitas ini saya menggunakan ilustrasi siklus air untuk stimulasi m

Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas

Membuat Skala Prioritas Beberapa pekan lalu, kami sebagai tim Training and Consulting Ibu Profesional Non ASIA mengundang mba Rima Melani (Divisi Research and Development – Resource Center Ibu Profesional, Leader Ibu Profesional Banyumas Raya sekaligus Praktisi Talents Mapping ) di WhatsApp Group Magang Internal. Bahasan yang disampaikan adalah mengenai Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas.  Bahasan ini kami jadwalkan sebagai materi kedua dari rangkaian materi pembekalan untuk pengurus IP Non ASIA karena bermula dari kebutuhan pribadi sebagai pengurus komunitas. Masih berkaitan dengan materi sebelumnya, yang bisa disimak di tulisan sebelumnya . Di materi pertama lalu kami diajak uni Nesri untuk menelusuri peran diri sebagai individu, yang kemudian dipetakan dan dikaitkan dengan peran dalam keluarga sebagai lingkaran pertama, dilanjutkan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan sosial sekitar. Sehingga antara peran diri, peran dalam keluarga serta peran komunal dapat di