Skip to main content

Naik Kereta Schneebergbahn dan Hiking di Hochschneeberg hingga ke Klosterwappen (2)

(bagian 1 bisa dibaca di sini)

Gambar 1. Salamander Zug

Kami tiba di stasiun Hochschneeberg Bahnhof, stasiun atas dari Salamander Zug di jam 10.10 CEST. Karena masih pagi, situasi sekitar stasiun relatif sepi. Hanya ada segelintir orang di sana. Satu rombongan beranggotakan beberapa orang dewasa dan beberapa orang anak juga singgah di tempat duduk pinggir stasiun. Orang dewasa menyantap makanan, anak-anak bermain salju. Keberadaan salju di awal musim gugur ini tentu menjadi sebuah kejutan tersendiri pagi anak-anak. Saat merasa perut sudah cukup terisi, badan mulai menghangat dan masing-masing dari kami juga sudah pergi ke kamar mandi, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Ada beberapa pilihan rute wandern atau hiking yang ditawarkan. Kami memilih rute yang paling pendek, dengan tujuan utama adalah puncak tertinggi, yaitu Klosterwappen. Kami mulai menyusuri jalan yang agak sedikit becek karena salju yang mencair. Alhamdulillah cuaca saat itu cukup cerah, bahkan cukup hangat jika dibandingkan prediksi kami. Saat satu hari sebelumnya mengecek perkiraan cuaca, diprediksikan cuaca hari  itu adalah sekitar 7 derajat celcius. Namun kondisi yang tidak kami persiapkan adalah, teriknya sinar matahari yang ternyata cukup membuat silau dan kepala agak pusing. Saya cukup beruntung, kami bisa menggunakan kacamata hitam yang selalu ada di tas kecil yang senantiasa dibawa kemana-mana. Sedangkan suami dan anak-anak harus menahan silaunya sengat matahari ke mata. Karenanya kami memutuskan untuk berhenti berulang kali agar perjalanan tetap terasa nyaman.

Anak-anak tentu saja amat senang, bisa bermain salju di sela-sela jalan kaki. Mereka bahkan tak mengkhawatirkan basahnya celana jeans dan sepatu yang mereka kenakan. Kami tak membawa pakaian ganti, ataupun Regenhose atau celana anti air. Tapi biarlah, jangan sampai kekhawatiran akan kondisi basah itu menyurutkan kegembiraan mereka bertemu salju. Toh, jika nanti teramat basah, anak-anak bisa berjemur sejenak agar kering kembali, bukan? Demikian pikir saya.

Gambar 2. Rute wandern  yang kami tempuh

Setelah berjalan kaki sekitar tiga puluh menit, kami berhenti di hamparan rumput hijau yang dilengkapi dengan kursi memanjang. Kami memutuskan untuk beristirahat di situ sembari makan siang. Anak-anak semangat sekali membuka mie cup yang kami sengaja bawa. Diseduh dengan air panas dan dimakan bersama. MasyaAllah nikmatnya. Mungkin kenikmatan ini dilandasi oleh dua kondisi, yang pertama tentu saja rasa lapar, cuaca yang dingin dan jalan yang menanjak membuat perut kami mudah terasa keroncongan. Alasan kedua, karena sejak berada di rantau, kami semakin jarang menikmati mie, apalagi mie cup. Jadilah terasa mewah dan semakin nikmat. Ditambah dengan wedang yang kami seduh juga setelahnya. Perut hangat dan kenyang, siap melanjutkan perjalanan ke puncak.

Saat melihat rute jalan, kami merasa perjalanan menuju puncak masih panjang. Karena jalan yang akan kami tempuh justru jalan turunan menuju sebuah Gasthaus kemudian baru berlanjut ke puncak. Maka kami memutuskan untuk menggunakan jalan setapak agar lebih cepat sampai ke Klosterwappen. Konsekuensinya, jalannya lebih menanjak. Ngos-ngosan saya dibuatnya, tapi ternyata tidak untuk anak-anak. Mereka dan suami berjalan jauh mendahului saya.

Sesampainya di Klosterwappen, kami terkesima. MasyaAllah, sungguh besar karunia Allah. Lelah fisik kami pun terbayarkan dengan pemandangan yang luar biasa indahnya. Banyaknya bebatuan memudahkan kami untuk bisa duduk-duduk beristirahat dan menikmati pemandangan. Permukaan yang landai juga membuatnya aman dilalui anak-anak, sehingga kami tidak terlalu khawatir saat anak-anak berjalan berdua saja.

Gambar 3. Pemandangan dari puncak

Sekitar jam 14.00 CEST kami memutuskan untuk turun dari puncak dan kembali melewati jalan setapak menuju stasiun. Kami masih punya cukup waktu untuk ke kamar mandi, anak-anak bermain salju (lagi) dan duduk sejenak sembari menunggu pintu masuk untuk naik Salamander Zug dibuka. Jadwal kami turun adalah pukul 15.15 CEST. Sesampainya di bawah, kami masih ada waktu sekitar tiga puluh menit untuk menunggu bus yang akan membawa kami ke stasiun ÖBB. Kami pun tiba di Wina pukul 18.17 CEST. Perjalanan seharian memang melelahkan, tapi tadabbur alam memang kerap menghadirkan perasaan tenang ya. Semoga semakin meningkatkan syukur kami sekeluarga dengan produktivitas diri yang lebih meningkat lagi. Aamiin.

Wien, 27. Sept 2022

 

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Menulis Cerita Anak : Pengenalan Anggota Tubuh

CERITA TENTANG PENGENALAN ANGGOTA TUBUH Udara hangat, suara burung berkicau dan air bergemericik, menemani sang mentari menyingsing dari arah timur. “Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh…. Selamat pagi anak-anak… Bagaimana kabar hari ini?” ibu guru membuka ruang kelas batita dengan sapaan penuh semangat. Anak-anakpun menjawab dengan antusias, bahkan mereka berlomba-lomba mengeraskan suara, “Wa’alaykumsalam warahmatullah wabarakatuh… Selamat pagi ibu guru… Alhamdulillah….Luar biasa…Allahu Akbar!” Jawaban sapaan berlogat cedal khas anak-anak membahana di seluruh isi ruangan. Ibu guru tersenyum lebar. (Coba, siapa yang bisa peragakan, bagaimana senyum lebar itu?). Jawaban nyaring anak-anak tadi tak ubahnya pasokan energi yang membuat semangatnya menggebu sehari penuh. Pagi ini sang ibu guru akan mengenalkan pada anak-anak mengenai anggota tubuh. Sengaja beliau datang dengan tangan hampa. Tanpa buku, tanpa alat peraga. Rupanya beliau ingin tahu seberapa jauh anak-...

Mini Project : Belajar Siklus Air

Mini Project 20 Juli 2016 Belajar Siklus Air Beberapa sore belakangan, hujan selalu menyapa. Allahumma shoyyiban nafi’an Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat. Salah satu kebiasaan yang Mentari Pagi lakukan saat hujan adalah melihat kamar belakang sambil melapor, “Ngga bocor koq Mi,alhamdulillah kering.” Hihihi..Atap kamar belakang memang ada yang bocor. Sehingga jika hujan turun, terlebih hujan besar, saya selalu mengeceknya, apakah bocor atau tidak. Dan kebiasaan inilah yang damati dan diduplikasi oleh MeGi. Dari sini jadi terpikir untuk mengenalkan siklus air padanya. Alhamdulillah, kemudahan dari Allah. Saat membuka facebook timeline , ada teman yang membagi album foto mba Amalia Kartika. Berisikan ilustrasi menarik mengenai informasi ayat-ayat yang berkaitan dengan air dan hujan. Jadilah ini sebagai salah satu referensi saya saat belajar bersama mengenai siklus air. Untuk aktivitas ini saya menggunakan ilustrasi siklus air untuk stimulasi m...

Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas

Membuat Skala Prioritas Beberapa pekan lalu, kami sebagai tim Training and Consulting Ibu Profesional Non ASIA mengundang mba Rima Melani (Divisi Research and Development – Resource Center Ibu Profesional, Leader Ibu Profesional Banyumas Raya sekaligus Praktisi Talents Mapping ) di WhatsApp Group Magang Internal. Bahasan yang disampaikan adalah mengenai Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas.  Bahasan ini kami jadwalkan sebagai materi kedua dari rangkaian materi pembekalan untuk pengurus IP Non ASIA karena bermula dari kebutuhan pribadi sebagai pengurus komunitas. Masih berkaitan dengan materi sebelumnya, yang bisa disimak di tulisan sebelumnya . Di materi pertama lalu kami diajak uni Nesri untuk menelusuri peran diri sebagai individu, yang kemudian dipetakan dan dikaitkan dengan peran dalam keluarga sebagai lingkaran pertama, dilanjutkan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan sosial sekitar. Sehingga antara peran diri, peran dalam keluarga serta peran komunal dapa...