Skip to main content

Yuk Nak, Kita Biasakan Lagi


Makan sendiri bukanlah kebiasaan baru untuk kakak.  Saat dulu tinggal masih hanya bertiga saja di Bandung, kakak sudah terbiasa untuk makan sendiri. Memang, belum sepenuhnya. Namun dia bisa melalui sesi makan dengan memasukkan beberapa suap makanan secara mandiri. Dan biasanya dia akan berhenti menyuap sendiri, saat melihat piring Mica dan Biya sudah kosong. Mungkin dia merasa sesi makannya pun sudah usai. hihihi

Berpindah tempat tinggal ke rumah Yangti Yangkung, membuat kebiasaan menjadi sedikit goyang. Dualisme pola pengasuhan, kehadiran adik, tempat tinggal dan lingkungan yang baru membuat kakak perlu menyesuaikan diri. Dan dalam hal makan, dia pun memilih yang membuatnya nyaman.

Mica : Kakak, makan yuk…
Kakak : Iya nanti, kakak belum lapar Mi
Yangti : Nanti sebentar lagi ya. Makan sama Yangti, Yangti suapi kakak.
Kakak : Iyaaaaa…
Contohnya seperti itu.

Tidak ada siapa yang salah siapa yang benar, karena Mica yakin, dalam pandangan Yangti Yangkungpun, itu merupakan cara terbaik sebagai wujud kasih sayang pada cucunya. Beliau berdua khawatir asupan nutrisi tidak terpenuhi sehingga memilih untuk menyuapi, bermain pesawat-pesawatan, hingga tawaran mendapat hadiah jika makanan habis. Fokusnya adalah yang penting makanan berhasil masuk. Maka, langkah yang Mica upayakan adalah menyamakan FoR (Frame of Reference) dan FoE(Frame of Experience)dengan Yangti dan Yangkung supaya kami makin kompak dan berjalan beriringan dalam membersamai tumbuh kembang kakak adik.

Terkait sesi makan kakak, Mica bertekad untuk memperbaikinya. Memandu kakak untuk siap makan sendiri (lagi). Maka, Mica membuat rumusan sederhana sebagai berikut :

Sasaran pencapaian :
Kakak berhasil makan sendiri dengan bahagia

Strategi :
  • Melibatkannya dalam proses memasak dan mempersiapkan makanan serta mencuci piring kotor
  •  Menjadwalkan jam makan yang teratur setiap harinya
  •  Memposisikan diri sebagai teman makan yang menyenangkan

Hari pertama sudah kami lalui hari ini. Kakak berhasil menghabiskan makanan yang telah disiapkan tanpa sisa. Makan dengan tangan, karena nasinya Mica bentuk bola-bola dan dibalut dengan abon. Belum berhasil makan bersama karena saat jadwal makan tiba dan Mica ajak makan, kakak belum mau menyentuh makanannya. Mica makan sendiri deh. Baru saat bermain, mungkin kakak merasa lapar. Jadi sempat bilang lapar dan tidak menolak saat Mica menyodorkan piring makanannya.

Sebenarnya momen itulah yang Mica tunggu-tunggu. Kakak mengatakan kalau kakak lapar. Karena dengan begitu, itu artinya kakak bisa merasakan alarm di badan kakak. Bahwa kakak sedang lapar dan kakak butuh makan. Tapi yang menjadi PR Mica adalah, bagaimana supaya bioritme kakak berjalan lancar. Merasa lapar pada 3 jam makan ideal. Karena sekarang alarmnya masih baru berbunyi 1 hari sekali saja. Baru berbunyi saat kelaparan hebat sudah melanda. Kalau masih agak-agak lapar saja, kakak berujar masih kenyang dan belum bersedia makan.

Maka, di tantangan 10 hari melatih kemandirian anak ini, Mica akan menjadikan proses belajar makan sendiri dengan bahagia sebagai project pertama. Semoga Allah mudahkan kita ya kak.

Kakak, atas izin Allah, Mica yakin kita bisa membiasakan makan sendiri (lagi) dengan bahagia.

#griyariset
#hari1
#tantangan10hari
#kemandiriananak
#bundasayang
#institutibuprofesional

Comments

Popular posts from this blog

Menulis Cerita Anak : Pengenalan Anggota Tubuh

CERITA TENTANG PENGENALAN ANGGOTA TUBUH Udara hangat, suara burung berkicau dan air bergemericik, menemani sang mentari menyingsing dari arah timur. “Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh…. Selamat pagi anak-anak… Bagaimana kabar hari ini?” ibu guru membuka ruang kelas batita dengan sapaan penuh semangat. Anak-anakpun menjawab dengan antusias, bahkan mereka berlomba-lomba mengeraskan suara, “Wa’alaykumsalam warahmatullah wabarakatuh… Selamat pagi ibu guru… Alhamdulillah….Luar biasa…Allahu Akbar!” Jawaban sapaan berlogat cedal khas anak-anak membahana di seluruh isi ruangan. Ibu guru tersenyum lebar. (Coba, siapa yang bisa peragakan, bagaimana senyum lebar itu?). Jawaban nyaring anak-anak tadi tak ubahnya pasokan energi yang membuat semangatnya menggebu sehari penuh. Pagi ini sang ibu guru akan mengenalkan pada anak-anak mengenai anggota tubuh. Sengaja beliau datang dengan tangan hampa. Tanpa buku, tanpa alat peraga. Rupanya beliau ingin tahu seberapa jauh anak-

Mini Project : Belajar Siklus Air

Mini Project 20 Juli 2016 Belajar Siklus Air Beberapa sore belakangan, hujan selalu menyapa. Allahumma shoyyiban nafi’an Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat. Salah satu kebiasaan yang Mentari Pagi lakukan saat hujan adalah melihat kamar belakang sambil melapor, “Ngga bocor koq Mi,alhamdulillah kering.” Hihihi..Atap kamar belakang memang ada yang bocor. Sehingga jika hujan turun, terlebih hujan besar, saya selalu mengeceknya, apakah bocor atau tidak. Dan kebiasaan inilah yang damati dan diduplikasi oleh MeGi. Dari sini jadi terpikir untuk mengenalkan siklus air padanya. Alhamdulillah, kemudahan dari Allah. Saat membuka facebook timeline , ada teman yang membagi album foto mba Amalia Kartika. Berisikan ilustrasi menarik mengenai informasi ayat-ayat yang berkaitan dengan air dan hujan. Jadilah ini sebagai salah satu referensi saya saat belajar bersama mengenai siklus air. Untuk aktivitas ini saya menggunakan ilustrasi siklus air untuk stimulasi m

Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas

Membuat Skala Prioritas Beberapa pekan lalu, kami sebagai tim Training and Consulting Ibu Profesional Non ASIA mengundang mba Rima Melani (Divisi Research and Development – Resource Center Ibu Profesional, Leader Ibu Profesional Banyumas Raya sekaligus Praktisi Talents Mapping ) di WhatsApp Group Magang Internal. Bahasan yang disampaikan adalah mengenai Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas.  Bahasan ini kami jadwalkan sebagai materi kedua dari rangkaian materi pembekalan untuk pengurus IP Non ASIA karena bermula dari kebutuhan pribadi sebagai pengurus komunitas. Masih berkaitan dengan materi sebelumnya, yang bisa disimak di tulisan sebelumnya . Di materi pertama lalu kami diajak uni Nesri untuk menelusuri peran diri sebagai individu, yang kemudian dipetakan dan dikaitkan dengan peran dalam keluarga sebagai lingkaran pertama, dilanjutkan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan sosial sekitar. Sehingga antara peran diri, peran dalam keluarga serta peran komunal dapat di