Skip to main content

Membangun Rumah dari Lego Duplo, Praktik Stimulasi Matematika Logis Anak melalui Permainan


Selayang Pandang mengenai Kecerdasan Logis Matematis

Menurut Howard Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan dan bukan tergantung pada nilai IQ,  gelar perguruan tinggi atau reputasi bergensi. Gardner memperkenalkan ke delapan jenis kecerdasan yang biasa dikenal dengan istilah kecerdasan majemuk (Multiple Intelligent) yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinetik-jasmani, kecerdasan antar-personal, kecerdasan intra-personal dan kecerdasan natural. Dari kedelapan kecerdasan ini, kecerdasan logis-matematis banyak dijadikan patokan untuk menilai kecerdasan siswa di sekolah. Kecerdasan ini dirasa paling mudah distandarisasi dan diukur. Bentuk kecerdasan ini biasanya dirujuk sebagai kecerdasan analitik dan saintifik. Gardner menyebutkan bahwa logika identik dengan pernyataan-pernyataan sedangkan matematika identik dengan abstrak, entitas non-linguistik.
Dalam bukunya “Berpikir seperti Filosof”, Hendra menyebutkan bahwa berpikir logis memiliki prinsip identitas, prinsip kontradiksi, prinsip kemungkinan ketiga dan prinsip cukup alasan. Prinsip-prinsip ini dicoba digali melalui sebuah ilmu yang disebut logika. Pada tahapan tumbuh kembang anak, kecerdasan logis-matematis identik dengan aspek kognitif. Aspek kognitif memiliki enam taraf yaitu meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan evaluasi. Dengan demikian, segi kognitif berhubungan erat dengan penalaran. Penalaran merupakan salah satu unsur berpikir logis, berpikir logis adalah suatu bentuk kegiatan akal yang tersusun secara sistematis untuk menyelidiki, merumuskan, dan menerangkan asas-asas yang harus ditaati agar orang dapat membuat suatu kesimpulan yang tepat, lurus, dan teratur. Ada dua jenis cara berpikir logis, yaitu berpikir induktif dan deduktif. Berpikir induktif dimulai dari hal-hal khusus kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Dari hal-hal khusus diperoleh pengetahuan awal seorang anak yang kemudian dari pengetahuan awal yang telah didapatkan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum sehingga menghasilkan pengetahuan yang baru.

Identifikasi Kebutuhan sebelum Merancang Permainan
Jurnal kali ini berbeda dari biasanya. Jika di level sebelumnya saya belajar mengenai suatu tema dengan mengulik berbagai referensi terkait kemudian meracik intisari ala saya dan menguatkannya dengan menuangkan pengalaman yang saya alami, kali ini saya ditantang untuk merancang sebuah permainan. Ya, sebuah permainan yang berkaitan dengan stimulasi matematika logis.
Maka saya mulai menggali ide dengan bertanya pada diri sendiri sebagai berikut,
Permainan apa yang ingin saya rancang?
Tantangan yang saya dapatkan adalah merancang permainan dengan media permainan yang sudah tersedia. Menilik kebutuhan diri, anak-anak saya berusia tiga tahun dan lima setengah tahun. Saya ingin merancang permainan yang bisa dijalankan oleh dua anak saya bersama-sama.
Media permainan apa yang akan saya gunakan?
Saya akan menggunakan Lego Duplo karena merupakan mainan favorit anak-anak saat ini. Selain itu permainan tersebut banyak secara jumlah sehingga mencukupi untuk dua orang anak (minimal potensi terjadinya perebutan).
Merujuk pada buku Panduang Tumbuh Kembang dan Stimulasi Anak usia 0-5 tahun dari Rumah Dandelion, berikut aspek kognitif untuk anak usia 3-4 tahun :
Masih agak sulit membedakan fantasi dan realita
Semakin kreatif berpura-pura
Memahami perbedaan dua hal dari jenis yang sama
Mengikuti perintah tiga langkah
Mulai mengikuti dan mengingat alur cerita
Menyusun puzzle  9 keping atau lebih
Mengenali bagian yang hilang dari suatu pola/gambar
Menyebut setidaknya satu warna dengan benar dan konsisten
Memahami konsep hitung hingga tiga, mulai mengenal angka
Semakin memahami berbagai kegiatan dan fungsi benda
Daya ingat meningkat, mampu menyebut tiga gambar yang diperlihatkan sebelumnya

Sedangkan aspek kognitif untuk anak usia 4-5 tahun :
Memahami beda fantasi dan kenyataan
Mulai mengenali pola
Mengkreasikan sesuatu sesuai ide sendiri
Mengurutkan benda hingga lima seri ukuran
Menyusun tiga gambar sesuai urutan kejadian
Menyebut setidaknya empat warna dan bentuk
Mengenal lambang huruf dan angka
Menghitung benda hingga sepuluh
Semakin paham sebab akibat
Main ular tangga dan permainan sejenisnya
Cara pikir masih polos, belum berlogika seperti orang dewasa
Semakin paham konsep waktu
Tidak mudah terdistraksi dan dapat memusatkan perhatian pada kegiatan tertentu hingga selesai

Saatnya Bermain!
Setelah menelaah aspek kognitif untuk kedua anak dan mengaitkan dengan permainan lego duplo, tercetus ide untuk mengajak anak-anak bermain peran, berimajinasi, bekerja sama sekaligus menstimulai matematika logis mereka.
Maka, permainannya adalah : membangun rumah dari lego duplo
Dengan skenario sebagai berikut :
Anak akan bermain peran sebagai penjual dan pembeli di sebuah toko bangunan. Satu anak berperan sebagai pemilik toko bangunan yang menata lego-lego sesuai klasifikasinya. Sedangkan anak satunya berperan seseorang yang akan membangun sebuah rumah, dia berimajinasi mengenai rumah yang akan dibangunnya dan akan membeli lego kebutuhan yang sudah dia estimasikan. Pembeli akan mengambil lego sesuai kebutuhannya, kemudian penjual menghitung biaya keseluruhan yang harus pembeili bayarkan.
Lokasi kedua, adalah di calon rumah yang akan dibangun. Dua anak ini akan bekerja sama untuk membangun sebuah rumah yang mereka imajinasikan. Mereka akan berbagi tugas selama membangun rumah dan jika ada bahan yang kurang, satu orang akan kembali ke toko bangunan dan membeli bahan yang diperlukan.
Berikut tahap permainannya :

Tahap 1 :
Seluruh lego yang dimiliki ditumpahkan seluruh isinya. Kemudian diklasifikasikan berdasarkan warna dan bentuk. Setelah terpilah, maka ditata rapi seperti menata barang yang akan dijual. Seorang berperan sebagai pemilik toko bangunan, seorang lagi sebagai pembeli yang mencari bahan bangunan untuk membangun rumah impian.

Tahap 2 :
Pembeli datang dan memilih bahan bangunan yang dibutuhkannya. Penjual menghitung biayanya dan pembeli akan membayarnya. Seusai pembeli pergi, karena pemiliki toko bangunan juga ingin bermain lego, maka dia juga mengambil semua bahan bangunan yang tersisa dan membangun rumah bersama-sama. :D


Tahap 3 :
Kedua anak membangun rumah bersama-sama. Anteng? Tentu tidak, ada sesi berebut, sang adik merusak rumah sang kakak yang sudah hampir jadi. Kemudian dilerai dengan Pembagian tugas. Adik bertugas membuat garasi untuk kendaraan-kendaraan yang ada.

Tahap 4 : Rumah lego duplohasil karya anak-anak. Untuk rumah, ide dan eksekusi dipegang sepenuhnya oleh kakak. Ummi membantu membuat celah untuk jendela saja. Sedangkan garasi dibuat kerjasama antara fasilitator dan sang adik.

Pembelajaran :
Permainan yang sudah sering dimainkan ternyata bisa terasa sangat berbeda dengan menambahkan kreativitas dan skenario di dalamnya. Di sini peran sentral fasilitator. Di permainan ini ada seni bermain peran, komunikasi, mengklasifikasikan sesuai bentuk dan ukuran, bekerja sama, mewujudkan imajinasi, toleransi juga saling mengapresiasi.
Rekomendasi usia anak : di usia 3 s.d. 7 tahun.

Sumber Pustaka :
Sipayung, Hendra Halomoan. 2009. Berpikir Seperti Filosof. Jogjakarta: ARRUZZ MEDIA.
Tim Rumah Dandelion. Panduan Tumbuh Kembang dan Stimulasi Anak Usia 0-5 Tahun. 2017

 


Comments

Popular posts from this blog

Menulis Cerita Anak : Pengenalan Anggota Tubuh

CERITA TENTANG PENGENALAN ANGGOTA TUBUH Udara hangat, suara burung berkicau dan air bergemericik, menemani sang mentari menyingsing dari arah timur. “Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh…. Selamat pagi anak-anak… Bagaimana kabar hari ini?” ibu guru membuka ruang kelas batita dengan sapaan penuh semangat. Anak-anakpun menjawab dengan antusias, bahkan mereka berlomba-lomba mengeraskan suara, “Wa’alaykumsalam warahmatullah wabarakatuh… Selamat pagi ibu guru… Alhamdulillah….Luar biasa…Allahu Akbar!” Jawaban sapaan berlogat cedal khas anak-anak membahana di seluruh isi ruangan. Ibu guru tersenyum lebar. (Coba, siapa yang bisa peragakan, bagaimana senyum lebar itu?). Jawaban nyaring anak-anak tadi tak ubahnya pasokan energi yang membuat semangatnya menggebu sehari penuh. Pagi ini sang ibu guru akan mengenalkan pada anak-anak mengenai anggota tubuh. Sengaja beliau datang dengan tangan hampa. Tanpa buku, tanpa alat peraga. Rupanya beliau ingin tahu seberapa jauh anak-

Mini Project : Belajar Siklus Air

Mini Project 20 Juli 2016 Belajar Siklus Air Beberapa sore belakangan, hujan selalu menyapa. Allahumma shoyyiban nafi’an Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat. Salah satu kebiasaan yang Mentari Pagi lakukan saat hujan adalah melihat kamar belakang sambil melapor, “Ngga bocor koq Mi,alhamdulillah kering.” Hihihi..Atap kamar belakang memang ada yang bocor. Sehingga jika hujan turun, terlebih hujan besar, saya selalu mengeceknya, apakah bocor atau tidak. Dan kebiasaan inilah yang damati dan diduplikasi oleh MeGi. Dari sini jadi terpikir untuk mengenalkan siklus air padanya. Alhamdulillah, kemudahan dari Allah. Saat membuka facebook timeline , ada teman yang membagi album foto mba Amalia Kartika. Berisikan ilustrasi menarik mengenai informasi ayat-ayat yang berkaitan dengan air dan hujan. Jadilah ini sebagai salah satu referensi saya saat belajar bersama mengenai siklus air. Untuk aktivitas ini saya menggunakan ilustrasi siklus air untuk stimulasi m

Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas

Membuat Skala Prioritas Beberapa pekan lalu, kami sebagai tim Training and Consulting Ibu Profesional Non ASIA mengundang mba Rima Melani (Divisi Research and Development – Resource Center Ibu Profesional, Leader Ibu Profesional Banyumas Raya sekaligus Praktisi Talents Mapping ) di WhatsApp Group Magang Internal. Bahasan yang disampaikan adalah mengenai Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas.  Bahasan ini kami jadwalkan sebagai materi kedua dari rangkaian materi pembekalan untuk pengurus IP Non ASIA karena bermula dari kebutuhan pribadi sebagai pengurus komunitas. Masih berkaitan dengan materi sebelumnya, yang bisa disimak di tulisan sebelumnya . Di materi pertama lalu kami diajak uni Nesri untuk menelusuri peran diri sebagai individu, yang kemudian dipetakan dan dikaitkan dengan peran dalam keluarga sebagai lingkaran pertama, dilanjutkan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan sosial sekitar. Sehingga antara peran diri, peran dalam keluarga serta peran komunal dapat di