Skip to main content

Refleksi Belajar di Kelas Bunda Cekatan, Sesi Terfavorit dalam Proses menuju Merdeka Belajar


Sesi refleksi di pekan ini menjadi sesi terfavorit selama perjalanan belajar di kelas Bunda Cekatan. Ya, berefleksi dan berkontemplasi merupakan sebuah bagian penting dalam sebuah rangkaian pembelajaran untuk sejenak memberikan jeda pada diri, mengambil nafas setelah terengah-engah mendaki dan mendapatkan banyak input. Kebutuhan untuk berefleksi ini juga didorong oleh bakat context dan discipline yang merupakan kekuatan cukup dominan pada diri.
Sejak awal saya sudah menyadari bahwa proses yang saya jalani akan berbeda dari para mahasiswa Bunda Cekatan kebanyakan. 

Mengapa?

Dimulai dari pembuatan peta belajar yang sangat spesifik. Di saat para mahasiswa Bunda Cekatan membuat peta belajar untuk beberapa tahun bahkan peta belajar selama hidup, saya memutuskan untuk membuat peta belajar berdurasi enam bulan saja, sepanjang kelas Bunda Cekatan berjalan.
Mengapa?
Karena saya menyadari bahwa saya mudah terdistraksi, bakat focus saya cukup lemah sehingga agar tetap on track saya perlu membuat track yang minimalis. Mengutamakan satu prioritas yang paling genting dan penting di atas prioritas lain. Maka saya memilih untuk fokus di pengerjaan proyek Mama lernt Deutsch hingga bulan Juni 2020 baru setelahnya beranjak ke prioritas berikutnya. Ini strategi spesial saya untuk diri saya sendiri, tentu sangat bisa berbeda untuk orang lain.
Kedua, bidang keahlian yang saya tekuni selama proses ini adalah bahasa Jerman. Keluarga bahasa merupakan keluarga kecil, saat awal masuk ke keluarga tersebut, anggota keluarga berjumlah delapan orang saja yang kemudian saat ini berkembang menjadi 23 anggota keluarga. Dari anggota keluarga tersebut, jika dispesifikkan lagi, hanya ada tiga orang yang menekuni bahasa Jerman sebagai makanan utamanya.
Saya sudah memprediksi konsekuensi mengambil prioritas utama berupa hal yang berbeda. Bahkan di awal saya sudah mempersiapkan diri bahwa kelak tidak ada yang serupa dengan saya. Lalu saya pun melakukan pengecekan ulang pada diri. Apakah bidang ini benar-benar yang saya paling butuhkan saat ini? Apakah saya tidak memiliki tantangan dalam manajemen waktu atau manajemen emosi yang menjadi keluarga paling favorit? Oh, tentu saya juga masih terus berproses dalam manajemen emosi dan manajemen waktu juga bidang lainnya. Lantas, mengapa tak menjadikannya sebagai prioritas utama? Karena jika ditarik ke pangkal, urgensi utama ada di penguasaan bahasa sehari-hari. Seorang ekstrovert tentu menyukai berjejaring sebagai aktivitas me time-nya, namun jika canggung menyapa orang lain dan memilih diam karena tak menguasai bahasa Jerman, yang muncul justru rasa minder. Setelah menilik kebutuhan spesifik diri, memang bahasa Jerman-lah yang paling penting dan genting saat ini, karena bahasa adalah pijakan untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungan nyata terdekat sekaligus pembuka kesempatan-kesempatan belajar berikutnya. Termasuk belajar manajemen waktu pada warga setempat yang sudah terbiasa untuk tepat waktu dalam segala kondisi.
Maka saat masuk ke kebun Apel maupun hutan pengetahuan, saya tak berharap mendapatkan makanan utama yang saya butuhkan. Karena jenis makanan utama saya yang berbeda. Bertemu dengan keluarga Bahasa, sesame anggota keluarga yang sedang bersemangat menuntut ilmu menggeluti bahasa asing sudah membuat saya bahagia, mendapatkan teman bertumbuh bersama. Bertemu dengan teman-teman dari keluarga lain, menyimak perjalanan belajar sekaligus proses setiap dari mereka dalam menghadapi tantangan belajar sudah cukup memberikan transfer energi positif bagi saya. Ditambah dengan aneka hadiah yang saya dapatkan dari teman-teman, saya jadi bertemu dengan teman yang sudah tuntas belajar bahasa Jerman hingga level C1 dan merekomendasikan buku referensi favorit yang dia gunakan, saya mendapatkan sumber-sumber referensi dari sesame teman Bunda Cekatan dari keluarga lain yang dulu pernah belajar bahasa Jerman juga, banyak tips dan strategi belajar bahasa asing yang teman-teman hadiahkan hingga informasi menarik yang sangat bermanfaat. Sungguh itu semua lebih dari cukup. Benar adanya, bergerak dan menggerakkan. Bahagia dan membahagiakan.

Melacak Jejak Belajar Diri di Tahap Ulat

Makanan Utama : Belajar Bahasa Jerman

Selama bulan Februari ini belajar bahasa Jerman saya didominasi oleh praktik berbicara. Kursus intensif baru berjalan hari ini, Selasa 3 Maret 2020. Selama Januari saya sempat  mengikuti beberapa kelas Speaking namun di bulan Februari kondisi kurang memungkinkan karena peralihan cuaca dan kondisi anak-anak yang kurang fit. Sebagai gantinya, bulan Februari saya banyak diberi kesempatan oleh Allah praktik berbicara dengan tema spesifik. Saya berdiskusi panjang dengan biro konsultasi (Frauenberatung) dan pemilik rumah (Vermieterin). Portofolio belajar juga sempat terdokumentasikan di jurnal keempat tahap Ulat yang bisa dibaca disini.
Oh iya, ada satu hal yang saya lakukan. Ada teman Indonesia yang sedang mencari tempat kursus bahasa. Beliau sudha mencari dengan cara menghubungi via E-Mail, tapi belum kunjung mendapatkan balasan. Teringat pesan guru kursus, bahwa menghubungi via telefon akan lebih cepat tersambung daripada via E-Mail. Suatu pagi, saya urungkan niat untuk mengikuti Konversationsstunde karena Ahsan sedang agak demam. Saat duduk sambil memangku Ahsan, saya merasa bosan dan ingin mengobrol. Namun dengan siapa? Kemudian saya teringat daftar tempat kursus yang teman saya berikan ke saya. Tercetus ide untuk menghubungi tempat kursus tersebut satu-persatu untuk menanyakan kuota kursus bahasa level A1 untuk teman saya. Voila, aksi tersebut menghadirkan energi tersendiri bagi saya, memfasilitasi bakat relator yang cukup dominan dalam diri ini. Hasilnya, dari sekitar enam tempat kursus yang saya hubungi, ada satu tempat kursus yang membuka kesempatan untuk kursus bulan Mei-Juni 2020 esok. Sedangkan tempat kursus yang lain sudah memulai kegiatan belajarnya sejak bulan Februari lalu namun beberapa diantaranya bersedia mencatat nama untuk dimasukkan ke daftar tunggu.

Apa kabar dengan camilan?

Untuk camilan, saya menjajal diet. Saya mengatur pola pikir, “Saya tidak bisa membatasi aneka informasi yang masuk ke gawai saya. Namun kontrol akan informasi mana saja yang masuk dalam pikiran saya, ada di kendali saya.” Maka semua informasi saya terima dengan baik kemudian saya pilah dan klasifikasikan. Mana yang tindaklanjutnya berupa terima, mana yang tunda dan mana yang lewati.
Hal ini juga terkait dengan alokasi waktu yang terbatas setiap harinya. Perkuliahan kelas Bunda Cekatan saya akses optimal di hari Senin di setiap pekannya. Tantangan yang cukup berat terutama di dua pekan belakangan ini membuat saya menikmati camilan berupa ilmu menyajikan data dalam bentuk diagram, ilmu komunikasi produktif dengan teman-teman yang baru dikenal serta manajemen waktu untuk produktif tuntas mengerjakan tuntas di sempitnya gadget hours yang tersedia. Benar-benar praktik high quality activity nih!

Refleksi perjalanan belajar selama berada di tahap Ulat

Saya lebih banyak mendapatkan makanan utama ketimbang camilan, karena menjalani tantangan yang ada selama bulan Februari ini yang membuat saya perlu menjalin relasi dengan banyak pihak untuk mendapat informasi yang akurat mengenai sebuah tema tertentu. Saya memilih untuk agak berada di pinggiran hutan belantara untuk mencegah banjir informasi. Saya memilih untuk mengalokasikan waktu berimbang antara berjalan-jalan di hutan belantara, menyapa dan berempati pada teman-teman Bunda Cekatan yang lain juga berbelanja serta meracik makanan utama sendiri agar nutrisi pribadi tercukupi.
Proses belajar di tahap Ulat ini membuat saya menelusuri rangkaian proses belajar saya selama ini. Kelas belajar apa saja yang sedang saya ikuti, amanah apa saja yang sedang saya emban. Bagaimana respon suami dan anak-anak. Adakah protes dari mereka, adakah hak pihak lain jadi tidak tertunaikan karena perhatian yang teralihkan? Adakah saya salah meletakkan prioritas? Salah pernah, berlarut-larut jangan. Sesi refleksi menjadi ajang untuk memperbaiki diri. Ditambah bonus, di pekan ini HIMA IIP Salatiga mengundang untuk belajar bersama seputar Manajemen Gawai. Sesi menyiapkan materi manajemen gawai pun menjadi ajang merunut praktik menggunakan gawai belakangan ini dan banyak berkorelasi dengan proses refleksi ini. Jika setiap peran dijalankan berimbang maka muncul kebahagiaan dalam diri dan siap berbagi untuk meluaskan kebermanfaatan.
Apresiasi panitia setelah sesi belajar bersama. Terima kasih :)

Dari proses belajar di hutan pengetahuan, saya mengidentifikasi bahwa strategi belajar yang saya banget adalah belajar dari buku, mendengar penjelasan guru dan bisa bertanya secara langsung serta praktik. Maka ketiga strategi tersebut saya perbanyak porsinya ketimbang metode lainnya. Yang perlu kutingkatkan adalah mengapresiasi setiap langkah kecil yang sudah tercapai, mengelola baper  dengan menggeser sudut pandang, dan berani tampil beda.
Terima kasih Institut Ibu Profesional, sudah membimbing proses hingga sampai di titik ini.

Salam Ibu Profesional,
Wina, 3 Maret 2020

Comments

Popular posts from this blog

Menulis Cerita Anak : Pengenalan Anggota Tubuh

CERITA TENTANG PENGENALAN ANGGOTA TUBUH Udara hangat, suara burung berkicau dan air bergemericik, menemani sang mentari menyingsing dari arah timur. “Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh…. Selamat pagi anak-anak… Bagaimana kabar hari ini?” ibu guru membuka ruang kelas batita dengan sapaan penuh semangat. Anak-anakpun menjawab dengan antusias, bahkan mereka berlomba-lomba mengeraskan suara, “Wa’alaykumsalam warahmatullah wabarakatuh… Selamat pagi ibu guru… Alhamdulillah….Luar biasa…Allahu Akbar!” Jawaban sapaan berlogat cedal khas anak-anak membahana di seluruh isi ruangan. Ibu guru tersenyum lebar. (Coba, siapa yang bisa peragakan, bagaimana senyum lebar itu?). Jawaban nyaring anak-anak tadi tak ubahnya pasokan energi yang membuat semangatnya menggebu sehari penuh. Pagi ini sang ibu guru akan mengenalkan pada anak-anak mengenai anggota tubuh. Sengaja beliau datang dengan tangan hampa. Tanpa buku, tanpa alat peraga. Rupanya beliau ingin tahu seberapa jauh anak-

Mini Project : Belajar Siklus Air

Mini Project 20 Juli 2016 Belajar Siklus Air Beberapa sore belakangan, hujan selalu menyapa. Allahumma shoyyiban nafi’an Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat. Salah satu kebiasaan yang Mentari Pagi lakukan saat hujan adalah melihat kamar belakang sambil melapor, “Ngga bocor koq Mi,alhamdulillah kering.” Hihihi..Atap kamar belakang memang ada yang bocor. Sehingga jika hujan turun, terlebih hujan besar, saya selalu mengeceknya, apakah bocor atau tidak. Dan kebiasaan inilah yang damati dan diduplikasi oleh MeGi. Dari sini jadi terpikir untuk mengenalkan siklus air padanya. Alhamdulillah, kemudahan dari Allah. Saat membuka facebook timeline , ada teman yang membagi album foto mba Amalia Kartika. Berisikan ilustrasi menarik mengenai informasi ayat-ayat yang berkaitan dengan air dan hujan. Jadilah ini sebagai salah satu referensi saya saat belajar bersama mengenai siklus air. Untuk aktivitas ini saya menggunakan ilustrasi siklus air untuk stimulasi m

Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas

Membuat Skala Prioritas Beberapa pekan lalu, kami sebagai tim Training and Consulting Ibu Profesional Non ASIA mengundang mba Rima Melani (Divisi Research and Development – Resource Center Ibu Profesional, Leader Ibu Profesional Banyumas Raya sekaligus Praktisi Talents Mapping ) di WhatsApp Group Magang Internal. Bahasan yang disampaikan adalah mengenai Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas.  Bahasan ini kami jadwalkan sebagai materi kedua dari rangkaian materi pembekalan untuk pengurus IP Non ASIA karena bermula dari kebutuhan pribadi sebagai pengurus komunitas. Masih berkaitan dengan materi sebelumnya, yang bisa disimak di tulisan sebelumnya . Di materi pertama lalu kami diajak uni Nesri untuk menelusuri peran diri sebagai individu, yang kemudian dipetakan dan dikaitkan dengan peran dalam keluarga sebagai lingkaran pertama, dilanjutkan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan sosial sekitar. Sehingga antara peran diri, peran dalam keluarga serta peran komunal dapat di