Skip to main content

Tantangan 30 Hari Day 9 : Membacakan Buku Anak berjudul „Wie vie ist viel?


Hari ini kami membaca buku anak berjudul „Wie viel ist viel?“ yang kurang lebih artinya „Seberapa banyak „banyak“ itu?“ Kata banyak memang relatif ya, dan buku ini memudahkan anak-anak memahami arti kata „banyak“ dengan cerita-cerita dan studi kasus yang disampaikan.


Cerita pertama mengisahkan tentang anak-anak yang bermain jual beli di hutan secara barter. Mereka mengumpulkan benda-benda yang mereka temui sebagi benda yang dijual juga alat tukar. Mereka menjadikan bulu-bulu, sarang burung tua, biji pohon ek, biji pinus, kacang chestnut sebagai barang dagangan. Kemudian anak-anak yang berperan sebagai pembeli menjadikan kerikil kecil sebagai alat tukar. Si penjual menjelaskan harga masing-masing barang dagangannya. Seperti misalnya biji pinus kecil, sehelai burung seharga dua kerikil kecil. Sedangkan biji pinus besar seharga tiga kerikil kecil.  Barang dagangan pun laris diserbu pembeli. Kemudian datanglah seorang anak yang ingin memberi sarang burung tua. Benda itu seharga tiga kerikil besar. Sayangnya, dia hanya memiliki dua kerikil besar. Dia pun menawar, namun si penjual menolak dan menjawab, „Barang yang besar tentu membutuhkan biaya yang besar pula“.
Anak itu pun berlalu, dia mencari cara bagaimana agar dia bisa membeli sarang burung itu. Tak lama dia tersenyum dan mencari yang dia butuhkan. Saat dia kembali, penjualnya pun bertanya padanya, „Bagaimana, apa kau sudah memiliki tiga kerikil kecil?“ Dia menjawab,“Tidak, tapi aku punya sesuatu yang lebih baik“ seraya menyerahkan sebongkah batu besar. „Dengannya aku bisa membeli seluruh daganganmu“ ujarnya.
Cerita ini unik. Menggambarkan pikiran anak yang konkrit mengartikan kata-kata „Barang yang besar tentu membutuhkan biaya yang besar pula“. Isi buku ini menarik untuk dibacakan pada anak untuk menstimulasi kecerdasan matematika logis.
Mengenai proses hari ini, kami membaca tanpa distraksi dan saya menyampaikan arti dalam bahasa Indonesia juga supaya semakin jelas dipahami oleh anak-anak. Secara proses, badge Excellent layak tersematkan. Namun saya tidak bisa membacakan buku ini hingga selesai karena jumlah halamannya cukup banyak, yaitu 45 halaman dengan teks yang cukup padat di setiap halamannya. Apakah saya terpikir untuk mengganti indikator perolehan badge? Awalnya iya, karena memang ada buku-buku yang tebal dengan cerita panjang. Toh saya bisa menyelesaikan setengah buku hari ini. Ditambah lagi porsi belajar bahasa Jerman saya saat ini cukup rutin karena adanya keharusan mengerjakan PR dari kursus yang sedang berjalan via daring. Namun saya urung melakukannya. Saya ingat bahwa ini sudah memasuki hari kesembilan. Semakin banyak godaan menerpa baik dari segi alokasi waktu ataupun kegiatan lainnya. Maka saya perlu konsisten menjalankan apa yang sudah saya rancang sendiri di awal tantangan. Setidaknya saya perlu bertahan hingga tantangan ini usai hingga akhir. Dan untuk menaikkan kualitas, maka saya perlu mengalokasikan waktu lebih banyak dalam sehari dan membaginya dalam beberapa sesi, agar buku yang tebal pun bisa tuntas dibacakan dalam sehari.




Comments

Popular posts from this blog

Menulis Cerita Anak : Pengenalan Anggota Tubuh

CERITA TENTANG PENGENALAN ANGGOTA TUBUH Udara hangat, suara burung berkicau dan air bergemericik, menemani sang mentari menyingsing dari arah timur. “Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh…. Selamat pagi anak-anak… Bagaimana kabar hari ini?” ibu guru membuka ruang kelas batita dengan sapaan penuh semangat. Anak-anakpun menjawab dengan antusias, bahkan mereka berlomba-lomba mengeraskan suara, “Wa’alaykumsalam warahmatullah wabarakatuh… Selamat pagi ibu guru… Alhamdulillah….Luar biasa…Allahu Akbar!” Jawaban sapaan berlogat cedal khas anak-anak membahana di seluruh isi ruangan. Ibu guru tersenyum lebar. (Coba, siapa yang bisa peragakan, bagaimana senyum lebar itu?). Jawaban nyaring anak-anak tadi tak ubahnya pasokan energi yang membuat semangatnya menggebu sehari penuh. Pagi ini sang ibu guru akan mengenalkan pada anak-anak mengenai anggota tubuh. Sengaja beliau datang dengan tangan hampa. Tanpa buku, tanpa alat peraga. Rupanya beliau ingin tahu seberapa jauh anak-

Mini Project : Belajar Siklus Air

Mini Project 20 Juli 2016 Belajar Siklus Air Beberapa sore belakangan, hujan selalu menyapa. Allahumma shoyyiban nafi’an Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat. Salah satu kebiasaan yang Mentari Pagi lakukan saat hujan adalah melihat kamar belakang sambil melapor, “Ngga bocor koq Mi,alhamdulillah kering.” Hihihi..Atap kamar belakang memang ada yang bocor. Sehingga jika hujan turun, terlebih hujan besar, saya selalu mengeceknya, apakah bocor atau tidak. Dan kebiasaan inilah yang damati dan diduplikasi oleh MeGi. Dari sini jadi terpikir untuk mengenalkan siklus air padanya. Alhamdulillah, kemudahan dari Allah. Saat membuka facebook timeline , ada teman yang membagi album foto mba Amalia Kartika. Berisikan ilustrasi menarik mengenai informasi ayat-ayat yang berkaitan dengan air dan hujan. Jadilah ini sebagai salah satu referensi saya saat belajar bersama mengenai siklus air. Untuk aktivitas ini saya menggunakan ilustrasi siklus air untuk stimulasi m

Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas

Membuat Skala Prioritas Beberapa pekan lalu, kami sebagai tim Training and Consulting Ibu Profesional Non ASIA mengundang mba Rima Melani (Divisi Research and Development – Resource Center Ibu Profesional, Leader Ibu Profesional Banyumas Raya sekaligus Praktisi Talents Mapping ) di WhatsApp Group Magang Internal. Bahasan yang disampaikan adalah mengenai Manajemen Prioritas dalam Berkomunitas.  Bahasan ini kami jadwalkan sebagai materi kedua dari rangkaian materi pembekalan untuk pengurus IP Non ASIA karena bermula dari kebutuhan pribadi sebagai pengurus komunitas. Masih berkaitan dengan materi sebelumnya, yang bisa disimak di tulisan sebelumnya . Di materi pertama lalu kami diajak uni Nesri untuk menelusuri peran diri sebagai individu, yang kemudian dipetakan dan dikaitkan dengan peran dalam keluarga sebagai lingkaran pertama, dilanjutkan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan sosial sekitar. Sehingga antara peran diri, peran dalam keluarga serta peran komunal dapat di